Dana BOS untuk Buku Tak Dibatasi

fin.co.id - 23/03/2021, 07:00 WIB

Dana BOS untuk Buku Tak Dibatasi

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Pemerintah membebaskan sekolah menggunakan alokasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk membeli buku. Tujuannya untuk meningkatkan literasi bagi guru dan siswa.

Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Totok Suprayitno menegaskan Pemerintah memberikan keleluasaan bagi sekolah menggunakan dana BOS untuk membeli buku. Sehingga koleksi buku di perpustakaan sekolah terus bertambah.

BACA JUGA:  Dewa Kipas Kalah Telak, GothamChess Beri Sindiran Halus Tapi Pedas Banget

“Kalau dulu pada 2011 hingga 2018, pembelian buku teks dibatasi lima hingga 16 persen dari dana BOS, dana belanja komponen pengembangan perpustakaan wajib memenuhi kebutuhan buku teks,” ujarnya, Senin (22/3).

Dijelaskannya, pada 2019 hingga 2020, Kemendikbud mulai melakukan reformasi pengelolaan BOS yang lebih fleksibel. Dimana anggaran untuk pembelian buku teks dan buku bacaan maksimum 20 persen. Selain memenuhi kebutuhan buku teks, guru dan siswa dianjurkan untuk membeli buku bacaan guna mendukung kegiatan literasi.

BACA JUGA:  Penggunaan Naik Tiga Kali Lipat Akibat Pandemi, Krisis Air Mengancam

Kemudian, pada 2020 dan 2021, pembelian dan buku bacaan lebih fleksibel lagi dan tidak ada ketentuan alokasi maksimum. Selain memenuhi kebutuhan buku teks maka guru dan siswa juga dianjurkan membeli buku bacaan guna mendukung kegiatan literasi.

“Tujuannya tetap sama, selain memenuhi kebutuhan buku teks guru dan siswa, juga dianjurkan membeli buku bacaan untuk mendukung kegiatan literasi,” terangnya.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik 2019 merilis data yang menyebutkan hanya sekitar 13,02 persen penduduk usia lima tahun ke atas yang datang ke perpustakaan. Bahkan, dominasi bacaan yang dibaca mereka ketika mengunjungi perpustakaan adalah buku pelajaran (80,83 persen), selain kitab suci (73,65 persen).

BACA JUGA:  Indehoi di Rumah Kosong, Ibu Kades di Pasuruan Dipergoki Suami Tanpa Busana Bareng Selingkuh

Selain angka kunjungan ke perpustakaan yang rendah, kurangnya ragam bahan bacaan yang dibaca siswa juga berdampak pada rendahnya aktivitas literasi membaca secara nasional.

“Berkaca pada hasil PISA, siswa yang menghabiskan lebih banyak dalam seminggu untuk membaca sebagai hiburan di waktu luang, memiliki skor lebih tinggi dibanding dengan yang tidak atau kurang senang membaca,” katanya.

BACA JUGA:  Gus Nadir: Nyerang Anies dan Bela Jokowi dengan Fanatik, Justru Jadikan Anies Teratas di Lembaga Survei

Di lingkup negara ASEAN, skor PISA Indonesia hanya lebih baik dari Filipina. Bahkan, Provinsi DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta jauh lebih baik dari skala nasional. Hal ini mengindikasikan adanya kesenjangan mutu. PISA juga mengungkapkan tren dan permasalahan hasil belajar pendidikan dasar dan menengah selama 10 tahun terakhir cenderung stagnan. Indonesia masih sebagai salah satu negara dengan peringkat PISA terendah.

“Untuk itu, pemerintah melakukan reformasi pendidikan dan menelurkan kebijakan lainnya, seperti menambah koleksi perpustakaan sekolah melalui reformasi pengelolaan BOS menjadi lebih fleksibel,” katanya.(gw/fin)

Admin
Penulis