Sosialisasi Vaksin pada Guru Harus lebih Masif

fin.co.id - 18/03/2021, 10:00 WIB

Sosialisasi Vaksin pada Guru Harus lebih Masif

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Wakil Sekjen FSGI Fahriza Marta Tanjung meminta, pemerintah untuk lebih masif melakukan sosialisasi kepada guru mengenai dampak vaksin Covid-19. Menyusul, banyaknya guru berusia di bawah 50 tahun yang menolak vaksinasi.

"Mereka (guru berusia di bawah 50 tahun) belum percaya betul khasiat atau kualitas dari vaksin," kata Fahriza dalam paparan survei singkat tentang "Persepsi Guru Atas Program Vaksinasi" secara virtual, Kamis (18/3/2021).

BACA JUGA:  Mahfud MD Bilang Pemerintah Bisa Langgar Konstitusi, Iwan Sumule: Sontoloyo!

Berdasarkan survei FSGI yang diikuti oleh 2.406 guru dari 26 provinsi di Indonesia tercatat, persentase ketidaksediaan mengikuti vaksinasi Covid-19 guru usia muda cukup besar. Pada guru yang berusia 20 tahun hingga 29 tahun ada sebanyak 10,61 persen yang tidak bersedia mengikuti vaksinasi.

Kemudian, usia 30-39 tahun sebanyak 10,97 persen, dan pada usia 40-49 tahun sebanyak 10,51 persen. Sedangkan pada usia 50-60 tahun hanya 4,67 persen yang menyatakan tidak bersedia.

"Wajar jika kemudian guru-guru yang lebih berusia lebih lanjut cenderung sangat kecil ketidaksediaannya terhadap vaksinasi Covid-19," ujarnya.

BACA JUGA:  Arief Poyuono Yakin 85 Persen Masyarakat Indonesia Inginkan Jokowi 3 Periode

"Baiknya lagi, agar materi sosialisasi diharapkan diarahkan kepada kualitas vaksin dan efek sampingnya," sambungnya.

Fahriza juga menyebut, sejumlah penolakan juga terjadi, khususnya berasal dari guru setingkat SMA. Berdasarkan jenjang sekolah SMA/SMK/MA yakni sebanyak 32,64 persen guru tidak bersedia melaksanakan vaksinasi Covid-19.

Sementara bagi guru yang berasal dari jenjang PAUD/TK sebanyak 5,96 persen, jenjang SD/MI sebanyak 5,60 persen, dan pada jenjang SMP/MTs sebanyak 8,48 persen guru tidak bersedia melaksanakan vaksinasi Covid-19.

BACA JUGA:  Minyak Dunia Melemah, Terbebani Harapan Permintaan dan Ketersediaan Stok AS

"Semakin tinggi jenjang sekolah semakin besar penolakannya," ucapnya.

Jika ditelusuri berdasarkan asal wilayah ditemukan bahwa guru-guru yang berasal dari luar Jawa lebih banyak yang menolak untuk divaksinasi, yaitu sebanyak 24,35 persen, sedangkan guru-guru yang berasal dari Jawa yang hanya 4,84 persen.

"Alasan guru tidak bersedia divaksinasi karena khawatir dengan efek samping vaksinasi Covid-19, yaitu sebanyak 63,32 persen. Sementara itu sebanyak 41,71 persen uguru tidak bersedia divaksin karena ragu dengan kualitas produk vaksin," kata Sekjen FSGI Heru Purnomo.

BACA JUGA:  Periksa Irjen KKP, KPK Dalami Kebijakan Edhy Soal Bank Garansi Eksportir Benih Lobster

Alasan lainnya, kata Heru, guru yang memiliki penyakit bawaan (komorbid) sebanyak 25,13 persen dan karena pemberitaan negatif tentang vaksinasi di media sosial sebanyak 22,11 persen.

"Ada juga yang menyatakan karena masih ada kemungkinan tertular Covid-19 sebanyak 12,06 persen," ujarnya.

Untuk itu, FSGI juga berharap agar materi sosialisasi ditekankan pada kualitas vaksin dan efek sampingnya, serta jaminan keberhasilan vaksin.

"Sebab, guru-guru yang menolak banyak disebabkan karena tidak yakin dengan kemampuan vaksin menangkal Covid-19," pungkasnya. (der/fin)

Admin
Penulis