News . 16/03/2021, 22:34 WIB
JAKARTA – Seorang warga Slawi, Jawa Tengah ditangkap polisi. Penyebabnya karena dia berkomentar terkait Walikota Solo Gibran Raka Buming Raka yang diduga hoaks.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Sustira Dirga menyebut penangkapan warga Slawi berinisial AM oleh polisi dinilai berlebihan. Penangkapan berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai kebebasan berpendapat dan berdemokrasi.
“Meskipun telah dilepaskan, ICJR menilai penangkapan yang dilakukan Kepolisian tersebut merupakan tindakan yang berlebihan dan merupakan langkah mundur pasca pidato Presiden Jokowi soal kebebasan berpendapat dan demokrasi,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (16/3).
“Pasal yang diduga oleh kepolisian dalam hal ini tidak berdasar dan tidak memiliki keterhubungan dengan peristiwa,” ucapnya.
Sustira menyebutkan, apabila ingin menggunakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang penghinaan, pasal tersebut termasuk delik aduan yang absolut.
“Maka yang menjadi pertanyaan dalam penangkapan warga tersebut adalah apakah Gibran membuat pengaduan kepada kepolisian atau tidak. Jika tidak maka kepolisian telah salah dalam menerapkan pasal 27 ayat (3) UU ITE,” tegasnya.
Kemudian jika kepolisian ingin menggunakan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, sambungnya, tujuan awal perumusan tindak pidana tentang propaganda kebencian tersebut adalah untuk mencegah terjadinya permusuhan, kerusuhan atau bahkan perpecahan yang didasarkan pada SARA akibat informasi negatif yang bersifat provokatif.
“Jika pasal 28 ayat (2) UU ITE dalam hal ini digunakan oleh Kepolisian maka semakin menunjukan eksesifnya implementasi UU ITE dan justru mengancam kebebasan berpendapat,” katanya.
ICJR juga mengkritik istilah restorative justice yang digunakan kepolisian. Sustira menyatakan, restorative justice atau RJ ditujukan untuk memulihkan kondisi antara pelaku, korban, dan masyarakat.
Di sisi lain, ICJR turut menilai keberadaan Polisi Virtual atau Virtual Police justru difungsikan untuk mengawasi perilaku warga negara dalam berekspresi di dalam dunia digital.
Hal ini, menurut Sustira, jelas mengancam dan memperburuk demokrasi di Indonesia dan justru menciptakan iklim ketakutan di masyarakat dalam menyampaikan pendapat atau memberikan kritik atas jalannya pemerintahan.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Iskandar Fitriana Sutisna mengatakan AM telah dibebaskan setelah diberikan edukasi. AM kemudian langsung meminta maaf dan menghapus postingannya di media sosial Instagram dengan nama akun @arkham_87.
"Setelah diedukasi terhadap pemilik akun untuk segera menghapus postingannya. Maka yang bersangkutan menyadari atas kesalahannya dan meminta maaf," tuturnya.
Dikatakannya, AM sempat diamankan setelah membuat postingan ujaran kebencian dan hoaks terhadap Walikota Solo dan terdeteksi oleh virtual police.
"Polres Surakarta hanya mengingatkan apabila ada postingan atau konten negatif. Sehingga seluruh netizen tidak melanggar undang-undang ITE dan bijak dalam bermedia sosial," katanya.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com