Pelapor dan Terlapor UU ITE Beri Masukan

fin.co.id - 26/02/2021, 11:00 WIB

Pelapor dan Terlapor UU ITE Beri Masukan

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Pembahasan tim pengkaji Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik mulai mengundang sejumlah narasumber. Yang paling pertama, pelapor dan terlapor tindak pidana UU No 11 Tahun 2008.

Ketua Kajian UU ITE Sugeng Purnomo menjelaskan, pihaknya telah sepakat untuk mengundang sejumlah kelompok narasumber. Yakni kelompok terlapor dan pelapor kasus-kasus UU ITE. Kedua, kelompok asosiasi pers, lalu kelompok aktivis, masyarakat, sipil, dan praktisi.

Tim bentukan pemerintah ini juga akan mendengarkan masukan perwakilan legislatif dan partai politik. Terakhir, kelompok akademisi, pengamat dan kelompok kementerian atau lembaga.

BACA JUGA:  Ahli Sarankan Penderita Diabetes Jaga Kadar Gula Darah Sebelum Divaksin Covid-19

Dalam keterangan resminya, Sugeng menerangkan, narasumber yang telah disepakati dan akan diutamakan adalah terlapor atau pelapor. Alasannya, timnya ingin mendengarkan pengalaman selama menjalani proses pelapor maupun terlapor.

"Hal ini untuk melihat pada saat implementasi UU ITE ini apa yang terjadi dari pengamatan mereka," ujar Sugeng, Kamis (25/2).

Sesuai timeline yang disepakati dalam rapat kedua ini, minggu pertama tim akan melakukan kegiatan FGD, satu minggu berikutnya akan ada rapat pembahasan yang diselenggarakan oleh Sub Tim I dan Sub Tim II, selanjutnya penyusunan laporan.

BACA JUGA:  Jokowi Klaim Lembaga Dunia Prediksi Ekonomi RI Tumbuh Positif di 2021

Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenko Polhukam ini menyebutkan tim kajian terdiri dari dua Sub Tim yang memiliki tugas kajian berbeda.

Sub Tim Pertama mengkaji bagaimana implementasinya apakah sudah sesuai dengan harapan dan dibentuknya UU ITE ini, apabila dianggap perlu akan diberikan satu pedoman sehingga ada penyeragaman.

Kemudian sub tim yang kedua adalah untuk mengkaji apakah benar ada pasal-pasal yang dianggap karet serta multitafsir. Tim ini nantinya adalah untuk memberikan rekomendasi perlu tidaknya dilakukan revisi.

BACA JUGA:  Gerakkan Roda Ekonomi Perbatasan, PLN Hadirkan Layanan Listrik 24 Jam di Sei Menggaris

"Jadi kita tidak bicara tidak ada revisi atau akan revisi, tapi kita akan berangkat dari pengkajian. Baru setelah itu, kami akan merekomendasikan perlu tidaknya dilakukan revisi, untuk mempertegas tidak adanya multitafsir terhadap implementasi UU ITE ini," papar Sugeng.

Ia melanjutkan, bagi kalangan masyarakat yang tidak berkesempatan diundang memberi masukan terhadap tim, nanti akan ada ruang untuk menyampaikan masukan melalui email dan WA atau sms yang bisa dihubungi.

Terpisah, Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh mengatakan jika pembahasan UU ITE akan lebih baik jika dilakukan dengan keterbukaan.Diharapkan, bisa menimbulkan kenyamanan bagi publik.

BACA JUGA:  Deteksi Bibit Siklon, BMKG Ingatkan Potensi Hujan Lebat hingga Ekstrem

"Kalau proses pembentukan UU itu bisa melibatkan kita semua, itu menarik betul. Partisipasi publik jangan ditutup, karena itu menimbulkan rasa memiliki," kata Nuh.

Ia melanjutkan, perubahan sejumlah pasal yang dianggap multi tafsir juga tidak menjadi masalah. Asalkan, UU ITE disesuaikan dengan perkembangan zaman. Hanya saja, kebebasan pers dan kebebasan berekspresi jangan sampai diganggu gugat.

"Saya pahami, begitu pak Kapolri mau mengeluarkan SE Kapolri, kalau sudah minta maaf tidak perlu ditahan, orang pada bergembira semua. Jadi seandainya UU ITE dibuat aturan turunannya, saya kira tidak apa-apa," paparnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD meminta kepada seluruh elemen untuk tidak alergi dengan adanya perubahan hukum. "Hukum adalah resultante, yakni kesepakatan yang dibuat oleh rakyat itu sendiri di dalam negara demokrasi," kata Mahfud.

Ia menjelaskan, hukum adalah kesepakatan. Bisa diubah dengan resultante terbaru, apalagi hukum selalu berubah menyesuaikan dengan perubahan masyarakatnya.

Menurut dia, itulah yang sedang dipikirkan pemerintah. Yakni mempertimbangkan untuk membuat resultante baru. Mantan Ketua MK ini melanjutkan, jika ada banyak masukan mengenai efek pasal karet yang membuat persoalan.

Pemerintah melihat pentingnya merevisi UU ITE yang tentunya akan dilakukan melalui kajian oleh tim yang sudah dibentuk. (khf/fin)

Admin
Penulis