JAKARTA - Surat Edaran (SE) pedoman penanganan kasus UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit diapresiasi. Sejumlah fraksi menilai, langkah tersebut sangat tepat sambil menunggu revisi.
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari dalam keternagan resminya mengatakan, pendekatan restorative justice atau mediasi memang sudah semestinya dilakukan. Terlebih, dalam menangani kasus pidana terkait pencemaran nama baik.
BACA JUGA: MAKI Ungkap Sosok King Maker dalam Kasus Djoko Tjandra: Pejabat Tinggi Aparat Penegak Hukum
Ia juga menilai hukuman pidana sebaiknya ditujukan untuk kejahatan yang dilakukan atas kehendak jahat. Sedangkan, untuk kasus lain terkait penghinaan dan pencemaran nama baik, perlu dilakukan pendekatan mediasi terlebih dahulu.BACA JUGA: Lantik Kabareskrim, Kapolri Minta Komjen Agus Andrianto Tegakkan Hukum Berkeadilan
"Pendekatan restorative justice sudah semestinya dilakukan. Kasus pidana yang menggunakan UU ITE, berkaitan dengan pencemaran nama baik atau penghinaan, merupakan kasus yang terbuka untuk dilakukan mediasi dan perdamaian sebagai penyelesaian alternatif di luar pengadilan," paparnya.BACA JUGA: MAKI Ungkap Sosok King Maker dalam Kasus Djoko Tjandra: Pejabat Tinggi Aparat Penegak Hukum
Anggota Fraksi Partai NasDem ini, mengatakan revisi dapat menjadi alternatif lain dalam menyempurnakan UU ITE. Menurutnya, UU ITE saat ini sudah masuk Prolegnas jangka panjang."Ke depan, langkah revisi UU ITE dapat dilakukan. Kuncinya ada di pemerintah, karena RUU ITE dalam Prolegnas jangka panjang atau long list merupakan RUU usulan pemerintah," tegasnya, Rabu (24/2).
BACA JUGA: PPM Manajemen Tetap Berkarya dengan Melakukan Inovasi dalam Pelayanan
Senada, Anggota Komisi III DPR RI Heru Widodo menilai, SE Kapolri memiliki semangat yang sangat konstruktif terhadap demokrasi dan hak berekspresi masyarakat Indonesia."Surat Edaran Kapolri tentang kesadaran budaya beretika untuk mewujudkan ruang digital yang bersih, sehat dan produktif, memiliki spirit yang sangat konstruktif terhadap demokrasi," kata Heru dalam siaran persnya.
BACA JUGA: Berbekal Temuan Rp50 Ribu, Polisi Ungkap Kasus Dugaan Pencabulan 4 Anak
Menurutnya, Polri memang harus mengambil langkah tepat agar tidak ada upaya kriminalisasi, namun tetap menjamin ruang digital tetap produktif, bersih, sehat, dan beretika.BACA JUGA: Ganjar Kaget Kantornya Kebanjiran, Iwan Sumule: Mulai Ikut Kagetan Seperti Jokowi
Bahkan ada salah satu pedoman di surat edaran tersebut yang perlu digaris bawahi yaitu mengenai perkara yang sifatnya berpotensi memecah belah, mengandung unsur Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan (SARA), radikalisme, dan separatisme.BACA JUGA: PLN Pulihkan 99 Persen Listrik Pelanggan Terdampak Banjir di Jakarta, 492 Gardu Telah Menyala
"Poin-poin tersebut harus betul-betul dicermati, Polisi harus mampu bertindak adil, profesional dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada," tambahnya.Politisi Fraksi PKB itu juga menilai permintaan maaf tersangka dalam kasus pelanggaran UU ITE tidak cukup membatalkan hukum yang berjalan. Itu merupakan hal penting, pasalnya untuk menimbulkan efek jera bagi setiap pelaku.
BACA JUGA: Ganjar Kaget Kantornya Kebanjiran, Iwan Sumule: Mulai Ikut Kagetan Seperti Jokowi
Diketahui, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan Surat Edaran (SE) bernomor: SE/2/11/2021 Tentang Kesadaran Budaya Beretika Untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif.Dalam SE tersebut, Kapolri mempertimbangkan perkembangan situasi nasional soal penerapan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital. (khf/fin)