Kluster Covid-19 Pesantren Kembali Meningkat

fin.co.id - 24/02/2021, 07:35 WIB

Kluster Covid-19 Pesantren Kembali Meningkat

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Klaster baru Covid-19 di pondok pesantren (Ponpes) di sejumlah daerah kembali meningkat. Itu ditenggarai usai liburan semester ganjil tahun ajaran 2020/2021 kemarin. Pada Januari 2021, semester genap dimulai kembali dan para santri kembali ke pondok untuk belajar tatap muka.

Berdasarkan catatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), munculnya klaster baru pondok pesantren di sejumlah daerah, yaitu Tasikmalaya (Jawa Barat), Boyolali (Jawa Tengah), Bangka (Bangka Belitung), dan Pekanbaru (Riau). Mirisnya, kasus itu bermunculan hanya dalam waktu kurang dari dua bulan

"Pada Januari sampai pertengahan Februari 2021, tercatat 632 santri dari enam pondok pesantren terkonfirmasi covid 19 usai balik ke ponpes setelah liburan semester ganjil," kata Sekjen FSGI, Heru Purnomo di Jakarta, Selasa (23/2/2021).

BACA JUGA:  Kemenkes Perpanjang Periode Vaksinasi Covid-19 terhadap Pedagang Pasar Tanah Abang

Terbanyak, kata Heru, kasus adalah ponpes di Tasikmalaya yang mencapai 375 kasus, di Boyolali 88 santri tertular covid-19, di Bangka Kepulauan Bangka Belitung santri yang positif covid mencapai 125 orang.

"Dan sebanyak 44 orang di Ponpes Dar el Hikmah Pekanbaru, terpapar covid-19," ujarnya.

Heru menambahkan, melihat banyaknya santri yang terkonfirmasi covid-19, Pemerintah kota Tasikmalaya sampai menyediakan beberapa bangunan darurat isolasi di wilayahnya untuk menampung sebanyak 375 santri tersebut.

BACA JUGA:  Banjir Kembali Landa Jawa Tengah, Kali Ini Kantor Gubernur yang Terdampak

"Karena ruang isolasi di pesantren tak mencukupi. Dinas Kesehatan kota Tasikmalaya terpaksa memilah sesuai kondisi santri positif korona yang dirawat di ruang isolasi darurat dan isolasi mandiri terpusat di lingkungan pesantrennya," terangnya.

Menurut Heru, pesantren memiliki potensi kuat menjadi klaster penularan covid 19. Sebab, di pondok pesantren aktivitasnya cenderung bersama-sama (berkumpul) dalam waktu panjang.

Bahkan, para santri setiap hari juga melakukan makan bersama, juga salat berjamaah. Bahkan, kamar tidur santri pun diisi lebih dari satu orang, antara 4-10 santri.

BACA JUGA:  Duh, KPK Terima Informasi Insentif Covid-19 untuk Nakes Dipotong 50-70 Persen oleh Manajemen RS

"Bahkan bisa dikatakan 24 jam. Kalau infrastruktur dan protokol kesehatan/SOP adaptasi kebiasaan baru (AKB) tidak memadai dan rendahnya kedisiplinan untuk patuh pada protokol kesehatan, maka potensi penularan covid-19 menjadi tinggi," terangnya.

Wakil Sekjen FSGI, Fahriza Marta Tanjung menambahkan, bahwa hasil pemantauan FSGI pada September 2020 menunjukkan ribuan santri terkonfirmasi covid-19.

"Pada September 2020, jumlah santri yang positif covid-19 mencapai ribuan, angka tepatnya 1.449 kasus," ujar Fahriza.

Sedangkan pada Oktober 2020, kata Fahriza, tercatat 700 santri positif covid-19 dan pada November 2020 mencapai 940 santri. Tercatat, ada ponpes di kabupaten Banyumas angka kasus santri positif mencapai 328 orang, bahkan Ponpes di Banyuwangi kasus santri positif covid paling banyak, yaitu mencapai 622 santri.

BACA JUGA:  Tengku Zul: Hanya di Indonesia Banjir Terjadi Gubernur Dicaci Maki, Bukannya Belasungkawa

"Dari jumlah tersebut, selain santri sudah termasuk pengelola, pegawai dan pimpinan pondok pesantren, hanya jumlahnya 99 persen didominasi santri," katanya.

"Total dari data yang dikumpulkan FSGI mencapai lebih dari 3.000 kasus covid 19 hanya dari klaster pondok pesantren dalam tiga bulan saja pada 20 pondok pesantren," imbuhnya.

Ketua Satkor Covid-19 RMI PBNU KH Ulun Nuha dalam keterangannya menilai, bahwa penyebaran Covid-19 di pesantren turut dipicu penanganan yang tak optimal, sektoral, dan kurang terpadu.

BACA JUGA:  Giring Kritik Anies, Pasha Pasang Badan: Apa Bro Sudah Teruji Pimpin Kelurahan?

Sebai contoh, program tes usap massal untuk pesantren tidak diawali dengan edukasi serta komunikasinya kurang optimal. Akibatnya, di beberapa daerah banyak terjadi penolakan program tes swab oleh pesantren.

"Ini terjadi karena tidak diawali dengan edukasi, apalagi situasinya di luar banyak hoaks terkait dengan Covid-19. Ada yang mengatakan bahwa pesantren akan di-Covid-kan, beredar video yang mengatakan seperti zaman PKI dan lain sebagainya," kata Kiai Ulun.

Menurut Kiai Ulun, sebetulnya simpel sekali kalau program tes swab ini dikomunikasikan dengan baik bersama ulama, lembaga keagamaan, seperti NU dan Muhammadiyah.

BACA JUGA:  Bangun Dapur Umum, PLN Salurkan Makanan Siap Santap untuk Warga Terdampak Banjir Karawang

"Maka hasilnya akan sangat berbeda karena diawali dengan edukasi. "Apalagi, ulama yang berbicara. (Pesantren) bukannya menolak, pasti orang akan antre minta di-swab," ujarnya.

Dia juga menyayangkan komunikasi yang tidak berpihak pada pesantren. Ketika ada santri yang positif Covid-19, terkadang diumumkan kepala daerah di media sosial.

Admin
Penulis