JAKARTA- Staf Ahli Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kominfo) Henri Subiakto membantah bahwa dirinya menyamakan kitab suci dengan Undang-Undang (UU). Dia menilai, pernyataannya telah dipelintir.
"Dalam sebuah diskusi. Saya bilang: kitab suci saja bisa diinterpretasi macam-macam, apalagi UU," ucap Henri lewat keterangannya, dikutip Senin (22/2)
"Terus muncul berita plintiran,: Henri Subiakto menyamakan UU dengan kitab suci. Mereka wawancara saya juga tidak, tiba-tiba bikin berita plintiran. Itulah mental Tempe tanpa etika," sambung Henri.
Lebih lanjut dia menjelaskan, UU berbeda dengan kitab suci. UU bisa dirubah, kitab suci tidak bisa.
"UU bukan kitab suci, UU bisa disempurnakan, direvisi dan diubah. Kitab suci, sakral apa adanya. Tapi manusia bisa menginterpretasi keduanya secara berbeda beda," katanya lagi.
Lebih lanjut, Henri mengatakan bahwa dirinya tidak sepakat jika UU ITE mau dirubah. Itu akan memberi kebebasan di media sosial yang membahayakan persatuan.
"Kita tentu terbuka dari revisi UU ITE, terutama untuk penyempurnaan, menyesuaikan dengan perubahan dan melengkapinya. Tapi saya pribadi tidak setuju kalau mengubah menjadi liberal, atau yang membuat dunia cyber kita menjadi lebih terbuka dari serangan-serangan yang membahayakan NKRI," jelasnya. (dal/fin).