JAKARTA - Politikus PDI-Perjuangan, Budiman Sudjatmoko ikut menanggapi pernyataan Rocky Gerung yang dinilai telah menyindir Presiden Joko Widodo (Jokowi). Budiman mengatakan, Rocky Gerung tidak mengerti sebuah organisasi dan sejarah masyarakat.
"Dia cuma punya banyak koleksi kosa kata, retorika dan logika formal. Itu modal bagus untuk jadi pribadi yang hidup dengan benar di pulau terpencil berisi masyarakat homogen..Keluar dari situ jadi destruktif," kata Budiman dikuitip akun twitternya, Kamis (18/2).
Lebih lanjut, Komisaris independen PTPN V ini mengatakan, Rocky Gerung lebih pantas hidup di era Singularitas saat kecerdasan mesin melampaui total kecerdasan manusia sedunia pada sekitar tahun 2045.
"Tapi itu pun akan keteteran oleh logika formal komputasional. Dan tugas manusia saat itu adalah justru untuk saling mencinta, bukan mencela," kata Budiman Sudjatmoko.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa logika formal yang sering dipakai Rocky Gerung, itu cuma bagus untuk mengawali belajar matematika (khususnya teori kategori yang tanpa angka) atau komputer yang masih kosong data.
"Tapi begitu data masuk dan diolah oleh Mesin Pembelajar, komputasinya berlatih berpikir historis. Tak lagi logika formal," ucapnya.
"Bayangin jika mesin kian lama kian berpikir historis dan terus ada manusia yang ngotot berpikir logis formal, bakal "diketawain" robot. Bukannya Kecerdasan Buatan tak lagi logis formal (algoritma ya harus logis formal) tapi ia makin cerdas dengan jadi dialektis historis," imbuhnya lagi.
Dia bilang, beda orang pada umumnya dengan Rocky Gerung yang mencintai sesama, Rocky hanya mencintai dirinya dalam sepi.
"Akhirnya orang-orang seperti dia akan terobsesi mengatakan hal-hal nyeleneh seperti penulis lirik "Hai Yatno"," pungkasnya.
Sebelumnya, pengamat politik, Rocky Gerung merespon pernyataan Jokowi yang mengakui ingin merevisi UU ITE untuk keadilan bersama.
Namun, Rocky Gerung menilai, Presiden harus memperbaiki cara dia melangkah dalam track demokrasi. Rocky bilang, Presiden Jokowi, harus menghormati dan mengakui adanya oposisi dalam negara demokrasi.
“Jadi Presiden harus datang dengan pidato baru, bahwa: saya bersalah selama ini bahwa saya menganggap oposis itu buruk. Oleh karena itu saya revisi cara saya berfikir. Bukan UU yang direvisi, tapi cara beliau berfikir tentang demokrasi,” ungkap Rocky.
Rocky menilai, Presiden selama ini salah mengartikan demokrasi. Kebijakan Jokowi yang memasukan pihak oposisi di dalam pemerintahannya harus dirubah.
“Jadi sekali lagi, yang musti direvisi adalah isi kepala Presiden sebagai kepala negara. Karena beliau salah mengartikan demokrasi. Kan selalu mau masukan orang kritis ke dalam kekuasaan, itu yang mestinya direvisi. UU ITE itu sebenarnya bungkus saja dari isi politik yang anti oposisi,” pungkas Rocky Gerung. (dal/fin).