PPKM Mikro, Sektor Ritel Mulai Bangkit

fin.co.id - 16/02/2021, 11:35 WIB

PPKM Mikro, Sektor Ritel Mulai Bangkit

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Kebijakan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Skala Mikro yang diberlakukan sejak 9-22 Februari 2021, disambut baik pelaku usaha ritel. Kebijakan tersebut membuat industri ritel mulai ada perbaikan.

Head of Corcomm Matahari Putra Prima (MPPA) Fernando Repi mengatakan, berharap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah harus memperhatikan industri ritel yang saat ini berupaya keras untuk bangkit akibat terdampak pandemi Covid-19.

"Toko kan sekarang buka sampai jam 9 malam. Kita berharap ini bisa memberikan angin segar bagi industri ritel, terutama di daerah yang terdampak, karena masyarakat kesultan akses untuk datang berbelanja," ujar Putra kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (15/2).

BACA JUGA:  Makmun Rasyid Banyak Belajar Nilai Keislaman dari Mendiang Jalaluddin Rakhmat

Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) Budihardjo Iduansjah mengatakan, sejak PPKM dilonggarkan menjadi PPKM Mikro, setidaknya sudah ada peritel yang mengalami perbaikan, yakni sektor Food and Beverage (F&B).

"Ini sangat membantu agar ada traffic untuk orang berbelanja di pusat perbelanjaan dan mall," ujar Budihardjo kepada FIN, kemairn.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Development For Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad berpandangan didalam kondisi seperti saat ini, memang yang harus dilakukan pemerintah adalah menciptakan demand, agar sektor konsumsi bisa tumbuh.

BACA JUGA:  Kasus Suap Proyek Dinas PUPR, KPK Tetapkan Bupati Muara Enim sebagai Tersangka

"Inklusi keluangan sebenarnya semakin membaik, orang semakin terhubung dengan keuangan dan perbankan, secara formal maupun digital. Tapi umumnya banyak belum ke sektor produktif, tapi konsumsi," ujar Tauhid kepada FIN, kemarin.

Menurut Tauhid, pemulihan ekonomi dari sektor konsumsi memang paling besar. Namun jika dilihat data Bank Indonesia (BI) memang sedikit mengalami hambatan karena dorongan untuk demand ekonominya tidak tercipta dengan cepat.

"Jadi memang inklusi finansial memperbaiki tata cara, tapi tidak menciptakan konsumsi jauh lebih tinggi karena tercipta produktivitas," tuturnya.

BACA JUGA:  ICW Minta Dewas Awasi Penanganan Perkara Dugaan Suap Bansos Covid-19

Karenanya, kata Tauhid, yang terpenting saat ini bagaimana ekonomi bisa bergerak sehingga kebutuhan konsumsi tetap stabil.

"Saat ini dia bergerak tapi mulai melambat. Kita khawatir itu ke titik jenuh pertumbuhannya. Ini yang bahaya. tukasnya.

Mengutip data BI, sepanjang tahun 2020 bertepatan dengan situasi pandemi, sektor ritel mengalami kontraksi 19,2 persen. Khusus di bulan Januari 2021 atau bertepatan dengan pelaksanaan PPKM di Jawa dan Bali, angka penjualan di Indonesia ambles hingga minus 14,2 persen secara tahunan.

Sebelumnya, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pelonggaran sejumlah aturan di PPKM Mikro terkait kebijakan penanggulangan pandemi Covid-19. (git/din/fin)

Admin
Penulis