JAKARTA - Penyaluran subsidi gas Liquified Petroleum Gases (LPG) 3 kilogram (kg selama ini tidak tepat sasaran. Oleh karena itu, perlu segera dilakukan pembenahan agar tepat sasaran dan optimal, serta tidak terlalu membebani keuangan negara.
"Agar semuanya jelas dan subsidi tepat sasaran," ujar Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (10/2).
BACA JUGA: Refly Harun: Soal Kemampuan, Gibran tak Sepadan dengan Anies Baswedan, Dia Masih Mentah
Dikatakan, untuk memenuhi kebutuhan LPG dalam negeri selama ini diperlukan importasi dengan jumlah sangat besar, yakni 7,2 juta ton atau sekitar 70 persen dari total kebutuhan LPG domestik. Dalam hal ini, pemerintah sudah meminta kepada Pertamina untuk melaksanakan program Refinery Development Master Plan (RDMP) dan Grass Root refinery (GRR), guna meningkatkan produksi LPG dalam negeri.BACA JUGA: Ferdinand: Kita Bangga jadi Buzzer Kebenaran, Para Pembenci akan Kalah
"Salah satu penyebab banyaknya impor LPG karena memang kita tahu bahwa sejak 2007 sampai saat ini masih terjadi konversi antara minyak tanah ke LPG, khususnya para petani di desa, begitu juga mesin milik nelayan. Dan pada kurun waktu itu hingga kini tidak ada kenaikan harga LPG. Ini membuat disparitas harga LPG subsidi dengan non subsidi cukup tinggi, sehingga distribusi LPG subsidi menjadi tidak beraturan," kata Mamit.BACA JUGA: PLN Kerahkan Sekitar 1600 Personil Pulihkan Listrik Akibat Cuaca Ekstrem di Jawa Barat
Selain mendesak dilakukan reformasi penyaluran LPG, Mamit juga menyarankan pemerintah bisa mengubah pola distribusi menjadi sistem tertutup."Jadi yang berhak menggunakan LPG 3 kg adalah benar-benar orang yang sudah terdaftar atau sudah memiliki kartu, seperti Kartu Indonesia Sehat atau Kartu Indonesia Sejahtera. Jadi subsidi bukan lagi kepada barang, tapi kepada orang," ucapnya.
BACA JUGA: Mantan Istri Ditangkap Karena Narkoba, Andika Kangen Band: Prihatin, Anak-anak Saya Ambil Dulu
Dengan demikian, ia meyakini jika distribusi LPG bersubsidi sudah diubah, maka besaran subsidi bisa dikendalikan, begitu pula dengan besaran impor yang dilakukan. "Hal ini tentu akan membuat keuangan negara lebih hemat,'' tuturnya.Terpisah, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial and Trading Pertamina Mas'ud Khamid mengatakan, bahwa sesuai dengan yang telah disampaikan kepada Komisi VII DPR kemarin, Pertamina sudah memproyeksikan bahwa di 2021 ini subsidi LPG 3 kg kemungkinan berada di angka Rp40 triliun.
"Betul, subsidi bisa di angka Rp40 triliun (tahun ini)," ujar Mas'ud kepada FIN, kemarin.
BACA JUGA: Satgas Covid-19: Pelonggaran Aturan dalam PPKM Mikro Bukan Tanpa Dasar
Berdasarkan data besaran subsidi LPG 3 kg dalam empat tahun terakhir terus menurun. Pada 2018, subsidi LPG sebesar Rp54,87 triliun, lalu pada 2019 sebesar Rp41,56 triliun, dan 2020 sebesar Rp40,25 triliun.Adapun rata-rata pengguna LPG 3 kg tumbuh antara 4,5 persen hingga 5 persen per tahun. Sementara pada 2021 diproyeksikan akan tumbuh sebesar 5 persen.
BACA JUGA: Baru Sehari, Donasi untuk Keluarga Ustadz Maaher Nyaris Tembus Rp400 Juta
Sementara volume LPG subsidi yang disalurkan pun terus meningkat dari 2019 sebesar 6,84 juta Metrik Ton (MT), lalu naik menjadi 7,14 juta MT pada 2020.Tahun ini penyaluran LPG subsidi juga diproyeksikan akan kembali naik menjadi 7,5 juta MT. Pemerintah sendiri mengalokasikan anggaran Rp54 triliun tahun ini untuk subsidi LPG 3 kg. (git/din/fin)