Ferdinand: Kita Bangga jadi Buzzer Kebenaran, Para Pembenci akan Kalah

fin.co.id - 11/02/2021, 09:15 WIB

Ferdinand: Kita Bangga jadi Buzzer Kebenaran, Para Pembenci akan Kalah

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA- Banyak pihak yang mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menertibkan para buzzer di media sosial jika ingin dikritik oleh masyarakat. Sebab buzzer dianggap kerap menyerang para pengkritik, bukan dengan argumen, tetapi dengan caci maki bahkan penghinaan secara fisik.

Namun, aktivis media sosial (medsos) Ferdinand Hutahaean punya pandangan berbeda. Dia bilang, setidaknya dengan adanya buzzer, hingga dua organisasi Islam yang dinilai radikal bisa dibubarkan, yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI). Mantan kader Partai Demokrat ini menamakan mereka sebagai 'buzzer kebenaran'.

"Mereka, HTI, FPI adalah bagian dari kelompok yang akhirnya tumbang karena kekuatan buzzer kebenaran," tulis Ferdinand di twitternya, Kamis (11/2).

Ferdinand mangaku bangga sebagai buzzer kebenaran. Sebab mereka akan berhadapan dengan pelaku hoax dan ujaran kebencian.

"Jadi banggalah kita sebagai buzzer kebenaran karena para penebar kebencian, caci maki, hoax, fitnah akan kalah. Terimakasih Polri yang sudah menegakkan hukum menjaga NKRI," kata Ferdinand.

Sebelumnya, Ekonom senior keturunan Tionghoa, Kwik Kian Gie blak-blakan akui takut kritik pemerintah. Bukan tanpa alasan, Kwik takut kritik karena diserang buzzer Pemerintah di media sosial. Bahkan dia akui dicaci maki hingga diserang soal kepribadiannya.

Hal itu terjadi, setelah dirinya memberikan kritik atas meningkatkan utang negara selama Presiden Joko Widodo.

“Saya belum pernah setakut saat ini mengemukakan pendapat yang berbeda dengan maksud baik memberikan alternatif. Langsung saja di-buzzer habis-habisan, masalah pribadi diodal-adil,” kata Kwik dikutip di Twitternya.

Mantan kepala Bappenas itu membandingkan bagaimana respons publik saat dirinya memberikan kritik di zaman Presiden Soeharto dan saat ini.

“Zaman Pak Harto saya diberi kolom sangat longgar oleh Kompas. Kritik-kritik tajam. tidak sekalipun ada masalah,” ungkapnya. (dal/fin). 

Admin
Penulis