JAKARTA- Aktivis media sosial (medsos) Ferdinand Hutahaean menilai pernyataan yang dilontarkan oleh Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan soal kematian Ustads Maaher At-Thuawailibi merupakan komentar yang menyudutkan pihak aparat penegakan hukum.
"Ini contoh komentar yang menyudutkan Polri soal kematian Maher. Lebih kepada propaganda agar publik marah, dia bawa gelar ustad, padahal semua sama didepan hukum," ujar Ferdinand di twitternya, Selasa (9/2).
Ferdinand mengatakan, Maeher memiliki riawayat penyakit dan itu telah mendapat perawatan oleh Polri.
"Maher ditahan memiliki riwayat penyakit dan telah dirawat secara patut oleh Polri. Publik harus jauhi opini-opini provokatif seperti ini," ucap mantan kader Partai Demokrat ini.
Lebih lanjut Ferdinand mengatakan, ada yang ingin mencoba menebar provokasi atas kematian Maaher, seolah Maaher meningga tidak wajar di dalam penjara.
"Saya perhatikan ada yang mencoba menebar propaganda ke publik seolah Maher meninggal tidak wajar. Waspadalah, jangan percaya dengan propaganda yang ingin memamfaatkan kematian Maher untuk mengadu domba dan membuat ricuh. Maher meninggal karena sakit, sudah dirawat Polri, tapi takdir tiada yang bisa tolak," kata Ferdinand.
Sebelumnya Novel Baswedan ikut mengucapkan duka atas meninggalnya Ustadz Maaher At-Thuwailibi atau Soni Eranata. Maaher meninggal dunia di dalam Rutan Bareskrim Polri, Senin (8/2) malam.
“Innalillahi Wainnailaihi Rojiun Ustadz Maaher meninggal di rutan Polri,” tulis Novel Baswedan melalui akun twitternya, dikutip Selasa (9/2).
Novel Baswedan menyayangkan sikap penegak hukum yang ngotot melakukan penahanan terhadap almarhum. Padahal dirinya dalam keadaan sakit.
“Padahal kasusnya penghinaan, ditahan, lalu sakit. Orang sakit, kenapa dipaksakan ditahan? Aparat jangan keterlaluanlah.. Apalagi dengan Ustadz. Ini bukan sepele lho,” kata Novel Baswedan. (dal/fin)