Pemilu dan Pilkada Tak Seharusnya Digelar Bersamaan pada 2024

fin.co.id - 07/02/2021, 20:16 WIB

Pemilu dan Pilkada Tak Seharusnya Digelar Bersamaan pada 2024

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R. Siti Zuhro menyatakan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah tidak seharusnya diselenggarakan secara bersamaan pada 2024 mendatang.

"Mengapa? Selain hal itu tidak realistis, juga terkesan trial and error yang tak mempertimbangkan dampak-dampak negatif Pemilu Serentak 2019 dan pilkada serentak yang digelar sejak 2015," kata Siti Zuhro dalam diskusi secara virtual bertajuk "Pemilu dan Pilkada 2024: Reaslistiskah?", Minggu (7/2).

Siti Zuhro mengatakan pemilu borongan ini juga bertentangan dengan mindset dan cultural set new normal yang mensyaratkan desain pemilu/pilkada yang rasional, berkualitas, dan berdampak positif terhadap governance sehingga tidak menimbulkan bad governance atau divided government.

"Mendesain pemilu dan pilkada perlu mempertimbangkan filosofi, teks, dan konteks Indonesia," kata Zuhro.

Zuhro menegaskan pemilu/pilkada tidak boleh sekadar mengedepankan keserentakannya saja, tetapi juga kualitasnya.

Asumsi-asumsi positif dalam Pemilu Serentak 2019 dan alasan efisiensi, misalnya, menurut dia, tidak terbukti.

Ia menekankan uji coba desain pemilu/pilkada tak hanya tidak menguntungkan, tetapi membuat Indonesia merugi karena roadmap yang terbangun acak dan tidak terukur.

Selain itu, dilihat dari beberapa aspek lainnya, tampaknya tak juga menjanjikan seperti governance, partisipasi masyarakat (kualitas pemilih dalam memilih), kompetisi dan kontestasi (adil, setara), profesionalitas/kapasitas penyelenggara dalam menyelenggarakan pemilu/pilkada, dan kualitas pemilu/pilkada.

Oleh karena itu, dia merekomendasikan pemilu borongan pada tahun 2024 harus dihindari, kemudian pihaknya mengusulkan pemilu presiden didahulukan sebelum pemilu anggota legislatif dengan parliamentary threshold (PT) pilpres nol persen.

"Kalaupun diterapkan, kecil saja. Pasangan calon (paslon) diajukan oleh parpol yang ada di DPR," katanya.

Menyinggung soal pilkada serentak, Zuhro mengatakan bahwa pelaksanaan sesuai dengan jadwal, yaitu pada tahun 2022 sebanyak 101 daerah.

Pilkada 2023 sebanyak 170 daerah, lanjut dia, bisa dipertimbangkan untuk disatukan pada Pilkada Serentak 2022 sehingga jumlahnya menjadi 271 daerah.

Di sisi lain, Zuhro juga memandang perlu ada jeda menjelang pemilu anggota legislatif dan pilpres 2024 agar semua proses tahapan lebih rapi disiapkan sampai terjadinya pencoblosan dan pengumuman hasilnya.

"Oleh karena itu, pada tahun 2023 tak perlu ada pilkada serentak. Artinya, fokus dan energi pemangku kepentingan terkait dengan pemilu lebih pada persiapan pileg dan Pilpres 2024," pungkas Zuhro. (riz/fin)

Admin
Penulis