News . 25/01/2021, 09:22 WIB
JAKARTA - Kasus pemaksaan siswi non muslim mengenakan hijab di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat, berbuntut panjang. Pihak-pihak yang terlibat dalam aturan agar ditindak tegas.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim geram mendengar adanya pemaksaan terhadap siswi non muslim untuk menggunakan hijab atau jilbab di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat. Dia pun lantas memerintahkan pemerintah daerah (Pemda) setempat untuk memberi sanksi tegas terhadap siapapun yang terlibat. Jika perlu dipecat dari jabatannya.
Dikatakan mantan bos Go-jek itu, pihaknya langsung berkomunikasi dengan pemerintah daerah setempat usai mendapat laporan. Ditegaskannya, perkara intoleransi atas keberagaman tidak bisa ditoleransi.
"Perkara tersebut tak hanya melanggar undang-undang, namun juga nilai pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika," tegasnya.
Perkara ini pun sejalan dengan Pasal 4 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur agar pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan dan tidak diskriminatif.
Pada Pasal 55 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, lanjut dia, juga ditegaskan setiap anak memiliki hak beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai tingkat intelektualitas dan usianya dibawah bimbingan orang tua atau wali.
"Pemerintah tidak akan mentolerir guru atau kepala sekolah yang melakukan pelanggaran dan bentuk intoleransi tersebut," tegasnya.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut pemaksaan tersebut seperti membalikan pada akhir tahun 1970-an.
Menurutnya pada saat itu, masyarakat muslim memprotes aturan larangan menggunakan jilbab bagi siswa sekolah. Protes itu kemudian melahirkan kebijakan membolehkan siswa menggunakan jilbab. Kini, siswa non muslim tidak boleh diwajibkan menggunakan jilbab.
Diungkapkannya, saat itu seperti ada diskriminasi terhadap orang Islam di Indonesia. Tetapi, kecenderungan diskriminasi itu bisa ditekan seminimal mungkin oleh NU dan Muhammadiyah. Terutama melalui pendidikan.
"Sampai dengan akhir 1980-an di Indonesia terasa ada diskriminasi terhadap orang Islam. Tapi berkat perjuangan yang kuat dari NU Muhammadiyah dll, terutama melalui pendidikan, demokratisasi menguat. Awal 90-an berdiri ICMI. Masjid dan majelis taklim tumbuh di berbagai kantor pemerintah dan kampus-kampus," katanya.
"Hasilnya sejak 1990-an kaum santri terdidik bergelombang masuk ke oposisi-oposisi penting di dunia politik dan pemerintahan " ujarnya.
Selain itu, kebijakan penyetaraan pendidikan agama dan pendidikan umum oleh dua menteri itu sekarang menunjukkan hasilnya. Kini, banyak alumni pesantren yang mengisi instansi pemerintah. Bahkan di kalangan TNI dan Polri.
"Pejabat-pejabat tinggi di Kantor-kantor pemerintah, termasuk di TNI dan POLRI, banyak diisi oleh kaum santri. Mainstream keislaman mereka adalah "wasarhiyah Islam": moderat dan inklusif," ujarnya.
“Aturan sekolah seharusnya berprinsip pada penghormatan terhadap HAM dan menjunjung nilai-nilai kebangsaan, apalagi di sekolah negeri. Melarang peserta didik berjilbab jelas melanggar HAM. Namun, memaksa peserta didik berjilbab juga melanggar HAM,” ujarnya.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com