JAKARTA- Pakar hukum tata negara, Refly Harun menilai, ada sisi politisnya jika Pemilihan Kepala Daerah 2022 ditiadakan dengan alasan pandemi Covid-19.
Menurut Refly, salah satu imajinasi adalah bagaimana menyingkirkan Anies Baswedan dari panggung politik. Baik di Pilkada DKI Jakarta, atau di Pemilihan Presiden 2024.
"Kenapa ada isu 2022 tidak ada Pilkada termasuk Pilkada DKI Jakarta, ya sebenarnya 'kan salah satu imajinasinya adalah bagaimana memangkas Anies Baswedan, paling gampang, karena masa jabatan Anies di Gubernur DKI Jakarta akan berakhir pada tahun 2022," ujar Refly Harun dilansir Chanel YouTubenya, Senin (18/1).
Refly memastikan, jika Pilkada 2022 ditiadakan dan digabung dengan Pilpres 2024, maka akan menyulitkan Anies Baswedan untuk maju di Pilpres 2024. Refly menyebut, Anies akan menjadi gelandangan politik.
"Kalaui 2022 tidak dilakukan pemilihan lagi, maka Anies Baswedan akan jadi gelandangan politik. Jadi gelandangan politik, tidak punya jabatan dan tidak punya Partai Politik. Dan ini akan menyulitkan seandainy Anies mau diusung di 2024," papar Refly Harun.
Mantan Komisaris Utama PT Pelindo I ini mengatakan, hal yang sama akan dialami oleh Gubernur daerah lainnya seperti Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil dan juga Khofifah Indar Parawansa. Para Kapela Daerah ini tidak akan lagi mempunyai panggung politik.
"Dengan demikian maka kepala daerah yang dianggap power full, yang saat ini menjabat dan punya peluang untuk dicalonkam, maka dia akan melemah karena mereka tidak lagi punya panggung politik," ucap Refly Harun.
Sebaliknya, sambung Refly, panggung politik untuk para menteri akan semakin kuat. Misalnya, menteri sosial Tri Rismaharini atau Ketua DPR RI Puan Maharani.
"Panggung politik para Menteri akan makin kencang. Jadi kalau PDIP mau angkat Risma Maharini atau Puan Maharani, maka panggung politiknya masih kuat, karena masih menjadi Menteri sosial dan masih menjadi ketua DPR. Nah ini bisa sangat mengubah konstalasi politik," ucap Refly.
Diketahui, saat ini, DPR tengah membagas revisi Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu). Jika merujuk UU saat ini, Pilkada akan digelar serentak dengan Pemilu 2024.
Pembahasan RUU Pemilu yang masuk salah satu program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021 itu diharapkan semakin memenuhi prinsip-prinsip keadilan politik dan harapan rakyat Indonesia ke depan.
Sementara itu, Partai Demokrat menolak jika Pilkada 2022 ditunda akibat pandemi Covid-19. Demokrat minta Pilkada 2022 tidak digabungkan dengan Pemilu 2024, sebab akan menjadi beban kerja,
"Demokrat meminta agar Pilkada tahun 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan, tidak digabung dengan Pileg dan Pilpres 2024," ujar Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, dikutip dari Antara.
Ada tiga pertimbangan yang disampaikan oleh Herzaky terkait mengapa Demokrat tidak ingin Pilkada, Pilpres, dan Pileg diserentakkan.
Pertama, menurut dia, Pilkada bersamaan dengan Pileg dan Pilpres 2024 akan menciptakan beban teknis pemilihan berlebih bagi penyelenggara pemilu.