JAKARTA - Pesawat Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta-Pontianak, jatuh di perairan Pulau Seribu, Jakarta, Sabtu (9/1). Pemerintah diminta perketat pengawasan terhadap maskapai, agar kecelakaan yang merugikan banyak pihak tak kembali terjadi.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengingatkan agar Pemerintah meningkatkan pengawasan kepada semua maskapai udara. Tujuannya untuk menjamin perlindungan konsumen jasa penerbangan.
BACA JUGA: KPK Tahan FY, Oknum Diduga Halangi Penyidikan Kasus Nurhadi
"Selain itu pengawasan yang lebih ketat juga untuk menjamin aspek keselamatan penerbangan secara keseluruhan," tegasnya, Minggu (10/1).Dia juga meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengusut tuntas penyebab kecelakaan pesawat yang telah berusia 26 tahun itu dari hilir hingga hulu.
Selain itu, berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen mempunyai hak atas keselamatan, keamanan, dan kenyamanan selama menggunakan jasa penerbangan.
BACA JUGA: Menhub Tugaskan Pihak Terkait Penuhi Hak Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182
Dia juga meminta agar manajemen maskapai Sriwijaya dan juga Kemenhub untuk menjamin secara penuh hak-hak keperdataan konsumen yang menjadi korban kecelakaan tersebut, baik secara materiil maupun immateril."Sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Konsumen, sebagai penumpang, konsumen mempunyai hak atas kompensasi dan ganti rugi saat menggunakan produk barang dan atau jasa, dalam hal ini jasa penerbangan," katanya.
Tak lupa dia mengungkapkan rasa duka cita atas musibah tersebut.
BACA JUGA: Nih Pesan Wagub DKI, Jangan Sebar Informasi Sesat Soal Sriwijaya Air SJ 182
"Kita berharap dengan sangat seluruh penumpang bisa ditemukan dan semoga masih ada yang selamat," katanya.Pun diungkapkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Dia mendorong agar Kemenhub melakukan pengawasan terhadap investigasi kelayakan terbang maskapai Pesawat Sriwijaya Air SJ-182.
“Kemenhub harus melakukan pengawasan terhadap uji layak secara terukur dan tegas maskapai penerbangan untuk menerbangkan pesawat," tegasnya.
BACA JUGA: ‘Istri dan 3 Anak Saya Tumpangi Sriwijaya Air, Mereka Mau Berlibur di Pontianak’
Meski demikian, pengamat penerbangan Alvin Lie menilai jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182, tidak berkaitan dengan usia pesawat jatuh."Walaupun pesawat usianya sudah 26 tahun, tapi asal perawatannya baik tidak ada masalah. Kemudian pesawat ini juga pernah dikandangkan oleh Sriwijaya antara 23 Maret sampai tanggal 23 Oktober, tahun lalu. Setelah itu sudah aktif lagi terbang," katanya.
Jika melihat data berdasarkan grafik kecepatan dan informasi lainnya, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 kehilangan ketinggian secara drastis.
BACA JUGA: Komnas HAM Bilang Polisi Langgar HAM, Refly Harun: Masuk Akal, 4 Laskar FPI Sengaja Dihabisi
"Pesawat kehilangan ketinggian secara drastis pada ketinggian 10 ribu kaki, sedangkan kecepatan vertikal atau kecepatan turunnya mendekati 30 ribu kaki per menit. Jadi kalau ada di ketinggian 10 ribu kaki, pesawat terhempas ke permukaan hanya butuh sepertiga menit atau 20 detik," ungkapnya.Dia berpendapat, kemungkinan besar, ketika pesawat turun, kehilangan ketinggian sedemikian cepat, pesawat sudah tidak dapat dikendalikan.
Jika ditanya soal kemungkinan penyebab pesawat jatuh, Alvin mengungkapkan kemungkinan cuaca buruk tidak dapat jadi alasan.
BACA JUGA: Unggah Video Main Kuda-kudaan, Chef Juna Digeruduk Netizen
"Untuk unsur cuaca, rasa-rasanya nggak segitunya (pesawat sampai kehilangan ketinggian drastis) karena di saat yang sama banyak pesawat melakukan penerbangan di wilayah yang sama," jelasnya.Kemungkinan lain, pesawat mengalami masalah sistem kendali. Jika masalah terjadi pada mesin, kondisi jatuhnya pesawat tidak akan seperti yang dialami Sriwijaya Air SJ182.
" Jika masalah mesin, pesawat masih bisa melayang, begitu pula jika dua mesin mati. Pesawat masih bisa melayang dan dikendalikan untuk mendarat darurat," katanya.
BACA JUGA: Risma Punya Relawan untuk Calon Gubernur DKI, Roy Suryo: Woi si Syantik Ngebet Banget Mau DKI 1, Norak!
Terkait tak adanya panggilan darurat, dia menilai bahwa peristiwa mendadak dan begitu cepat."Kemungkinan ini terjadi sedemikian cepat dan mendadak, sehingga pilot tidak sempat berbuat apa-apa," imbuhnya.