MAKASSAR - Aktivitas tambang batu bara di Desa Massenrengpulu, Kecamatan Lamuru, Kabupaten Bone, mengabaikan regulasi lingkungan. Rawan pencemaran.
Data dari tim pengawas DPLH Sulsel, PT Pasir Walanae dengan kapasitas 1000 ton ukuran 100 meter x 100 meter tidak dilengkapi dengan nama. Selain itu masih beberapa hal lain yang tidak ditaati.
Juga, di koordinat 040 39’ 31,29” Lintang Selatan, 1190 56’ 08,79” Bujur Timur itu berukuran 35 meter x 35 meter dengan kedalaman lubang tambang kira-kira 20 meter. Ada enam unit alat berat berpotensi menghasilkan limbah B3.
BACA JUGA: Ditetapkan Sebagai Tersangka TPPU, Eks Pejabat Garuda Indonesia Ditahan
Juga, terdapat beberapa lubang galian tambang terbuka yang belum dilakukan reklamasi atau penutupan lubang galian tambang. Selengkapnya lihat grafis.Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Sulsel, Andi Hasdullah mengatakan, pihaknya sudah meninjau lokasi tersebut. Ada beberapa pelanggaran yuridis. Mulai dari pasal 59 Ayat 1 dan 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Bunyi ayat 1; setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. Lalu, ayat 4 berbunyi pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari menteri, gubernur, atau bupati/ wali kota sesuai kewenangannya.
BACA JUGA: Lagi, Jiwa Netizen Merintih Melihat Harga Sabun Prilly Latuconsina
Pasal 12 ayat 1 dan 3 PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Ayat 1 berbunyi; setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan penyimpanan limbah B3. Kemudian, ayat 3 berbunyi agar melakukan penyimpanan limbah B3, setiap orang sebagaimana ayat 1 wajib memiliki izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3."PT. Pasir Walanae belum melakukan pengelolaan Air Asam Tambang (AAT) dan Izin pembuangan air limbah yang berasal dari kegiatan penambangan agar memenuhi Baku Mutu Air Limbah (BMAL) sebelum dibuang kemedia lingkungan," katanya, kemarin. Lebih jauh, ia menyebut pihaknya sudah bersurat ke DHL Bone untuk menerapkan Sanksi Administratif.
Sanksi itu berupa teguran tertulis ke PT Pasir Walanae. Rinciannya agar memiliki bangunan dan Izin rempat penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun (TPS- LB3). Melakukan pengolahan air limbah dari proses penambangan berupa kolam pengendapan (pond) dan mengajukan Izin Pembungan Air Limbah ke Pemkab Bone.
BACA JUGA: Dengar Aspirasi, Bea Cukai Magelang Kunjungi Asosiasi Petani Tembakau Jateng
Selain itu, PT Pasir Walanae juga wajib melakukan pemantauan kualitas udara ambien dan kebisingan menggunakan laboratorium terkareditasi. Melakukan reklamasi atau rehabilitasi di beberapa lokasi bukaan tambang yang tidak aktif. Juga, melaporkan pelaksanaan kegiatan Izin Lingkungan semester I 2019 ke DLH Bone dan DPLH Sulsel."Kami sudah sampaikan ke DHL Bone untuk menindaki, karena izin keluar di kabupaten. Coba tanya di sana (DLH Bone). Akan tetapi, jika tidak kami yang akan tindaki, tetapi harus berkoordinasi dengan DLH Bone," akunya seperti dikutip dari Harian Fajar (Fajar Indonesia Network Grup).
Sementara itu, Kepala Balai Gakkum KLH Sulawesi, Dodi Kurniawan mengaku belum ada laporan pelanggaran tambang di Desa Massenrengpulu, Kecamatan Lamuru. Penindakan tidak selamanya dilakukan Gakkum. Harus dimulai dari tingkat kabupaten, kota, atau provinsi. Jika keduanya tidak bisa, pihaknya akan turun.
Akan tetapi, berbeda jika ada laporan yang masuk. Pihaknya akan langsung melakukan pemanggilan dan menelusuri ke lokasi. "Sesuai UU, Gakkum belum bisa masuk kalau masih di tangani DLH kabupaten atau provinsi, kecuali diserahkan atau ada aduan atau pembiaran. Kalau ada aduan masuk pasti direspons," tambahnya. (edo)