Segera Revisi UU Migas

fin.co.id - 20/11/2020, 09:33 WIB

Segera Revisi UU Migas

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA – Setelah pemerintah mencabut sejumlah pasal di Undang-Undang Cipta Kerja. DPR RI menilai masa sidang Badan Legislasi terkait penyusunan prolegnas 2021 adalah saat yang tepat untuk merevisi UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Anggota DPR Komisi VII Mulyanto mengatakan, jika Baleg membolehkan, Komisi VII siap mengajukan revisi UU Migas. Hal ini dinilai penting untuk menindaklanjuti keputusan MK pada 2012 terkait kelembagaan Badan pelaksana hulu migas.

BACA JUGA:  Yuk Kenalan Sama Pantai Temajuk Primadona Destinasi Wisata di Kabupaten Sambas

Menurut Mulyanto, setelah Pemerintah mencabut pasal-pasal terkait Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMN-K) sebagai pengganti SKK Migas dalam RUU Cipta Kerja, maka revisi UU No. 22/2001 tentang Migas menjadi penting.

Mulyanto mengaku sudah berkomunikasi dengan Ketua Komisi VII DPR RI terkait kesiapan ini. Bahkan, katanya, di internal Komisi VII sudah ada kesepakatan tidak tertulis untuk memasukkan revisi UU No. 22/2001 ini dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2021 sebagai RUU inisiatif DPR RI.

BACA JUGA:  Momen Anies Baswedan Didoakan Sang Ibunda Sebelum Berangkat Kerja

Sejak Badan Pelaksana Hulu Migas yang diatur dalam UU UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dibatalkan melalui keputusan MK pada 2012, maka praktis pelaksana kuasa pertambangan migas dijalankan oleh Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas yang bersifat sementara.

Kelembagaan ini jelas tidak ideal karena selain bersifat sementara, hanya berupa satuan kerja di dalam Kementerian ESDM, lembaga ini juga hanya memiliki fungsi pengaturan dan pengawasan. SKK Migas tidak memiliki fungsi pengelolaan dan pengusahaan. Dan ini sudah berlangsung lebih dari 8 tahun.

BACA JUGA:  Kemendikbud Bakal Rekrut Guru PPPK di 2021, Gajinya Disebut Lebih Manusiawi

Semestinya pemerintah sudah menyiapkan konsep kelembagaan pelaksana kuasa pertambangan migas dengan matang sebagai tindak lanjut dari keputusan MK tersebut, sehingga pembangunan di sektor hulu migas benar-benar dapat dilaksanakan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

"Jadi BUMN Khusus ini berfungsi sebagai regulator sekaligus pelaksana di sektor hulu migas. Tujuannya, agar Pemerintah sebagai representasi dari n egara dan pemegang kuasa pertambangan migas, mengelola secara langsung sektor hulu migas ini demi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat,” kata Mulyanto dalam keterangan resminya, Kamis (19/11).

BACA JUGA:  Ini Alasan Wagub Jakarta Tak Penuhi Undangan Klarifikasi Polda Soal Kerumunan Massa Petamburan

Dengan kelembagaan yang terbatas seperti sekarang ini, ia pesimis target lifting minyak 1 juta barel per hari dapat terwujud. Mulyanto mengungkapkan BUMN-Khusus ini sebaiknya hanya khusus menangani sektor hulu migas. Sementara di sektor hilir sudah ada BPH Migas sebagai regulator dan PT Pertamina (Persero) sebagai pelaksana (doers).

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) telah merancang strategi percepatan pengembangan EBT agar target 23 persen dalam bauran energi nasional tercapai.

BACA JUGA:  Ferdinand Desak Polisi Periksa Rizieq Shihab Terkait Pelecehan Agama: Saya Yakin Itu Harapan Banyak Orang

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana memaparkan, pengembangan bahan bakar nabati (BBN), panas bumi, dan cofiring biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) merupakan sejumlah upaya yang tengah diupayakan.

"Untuk programnya yang pertama adalah subsitusi misalkan cofiring PLTU batubara dicampur dengan sampah, kemudian yang kedua pemanfaatan BBN dicampur dengan biodiesel, kemudian strategi yang ketiga adalah konfersi dari PLTD jumlahnya sekitar 2GW nanti akan dikonversi menjadi pembangkit EBT,” tutur Dadan.

BACA JUGA:  UAS: Habib Rizieq Ulama Pemberani, 800 Tahun Sekali Allah Turunkan Makhluk Semacam Itu

Menurutnya, dibutuhkan peningkatan target pemanfaatan EBT sekitar 10-11 persen setiap tahunnya agar dapat tercapai 23 persen pada tahun 2025, dengan beberapa asumsi khususnya peningkatan pengembangan PLTS karena proyeknya cukup banyak dikembangkan oleh stakeholder untuk pemanfaatan sendiri.

“Sekarang kami sedang menyiapkan Perpres dari harga pembangkit EBT, kami akan dorong pengembangan pusat ekonomi baru, baik melalui PLTS ataupun panas bumi, kemudian PLTS skala besar dan cofiring,” imbuhnya. (khf/fin)

Admin
Penulis