JAKARTA – Netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam setiap perhelatan pesta demokrasi harus terus dikumandangkan. Namun, bukan berarti ASN tidak punya hak politik sama sekali. Hanya saja, hak politik mereka terbatas di bilik suara.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menegaskan dalam penegakan netralitas ASN, perlu pemahaman dan kesadaran ASN itu sendiri atas hak pilih yang dimilikinya.
Sikap partisan ASN hanya dapat direfleksikan dalam bilik suara. Bilik suara menjadi tempat dimana segala ekspresi partisan dan ekspresi politik untuk memilih orang yang dikehendaki sebagai pemimpin dapat disalurkan.
BACA JUGA: Nathalie Holscher Blak-blakan Sebut Bagian Tubuh Sule yang Disukainya
Di luar bilik suara, ASN tidak perlu mengumbar ekspresi politiknya karena marwah sebagai alat negara yang harus ia jaga. “Saya sendiri kurang sepakat kalau hak pilih ASN dicabut karena salah satu ciri negara demokrasi yang matang adalah supremasi sipil dimana hak pilih betul-betul diwadahi,” ujar Tjahjo dalam keterangan reseminya, Kamis (29/20).Ia melanjutkn, kesadaran ini menjadi perhatian penting dalam penegakkan netralitas ASN, khususnya menjelang Pilkada serentak 2020. Tjahjo mengungkapkan sebenarnya potensi gangguan netralitas justru datang dari individu ASN itu sendiri.
Banyak ASN yang masih gagal paham, salah paradigma, dan memiliki pola pikir (mindset) dan pola budaya yang tidak tepat. “Mereka selalu berdalih posisi ASN itu dilematis, maju kena mundur kena, netral pun kena. Barangkali sebenarnya tidak demikian karena aturannya sudah jelas,” terangnya.
BACA JUGA: Soal Hukum Mati Bagi Penghina Nabi, Ustad Hilmi Sarankan Abu Janda Baca Sirah Nabawiyah
Tjahjo menguraikan ada empat kategori area yang sering dilanggar ASN dalam Pilkada. Kategori pertama, sebelum pelaksanaan tahapan pilkada berupa memasang baliho dan ikut dalam kegiatan partai politik.Kategori kedua, tahap pendaftaran bakal calon kepala daerah berupa mendaftarkan diri sebagai bakal calon kepala daerah, ikut deklarasi dalam deklarasi balon kepala daerah, posting dan share bakal calon kepala daerah di media sosial, dan memberikan dukungan kepada calon kepala daerah dengan mengerahkan ASN lain.
Kategori ketiga, tahap penetapan calon kepala daerah dengan cara ikut dalam kegiatan kampanye, memfasilitasi kegiatan kampanye, dan posting serta share calon kepala daerah di media sosial. Sedangkan kategori keempat adalah tahap setelah penetapan kepala daerah yang terpilih, berupa ikut dalam pesta kemenangan kepala daerah terpilih.
BACA JUGA: Ferdinand: Saya Mengecam Penghinaan Terhadap Islam dan Nabi Muhammad SAW
Dikatakan, ASN harus mendukung sepenuhnya pencapaian asas pemilu yang sudah ditetapkan undang-undang. Apalagi dalam setiap pelaksanaan tahapan pemilu, ASN secara langsung atau tidak langsung ikut bertanggung jawab pada prosesnya di semua tingkatan. Dari sisi perundang-undangan, konstruksi netralitas ASN yang dibangun dalam UU ASN adalah ASN sebagai unsur perekat dan pemersatu bangsa. ASN membawa ‘baju negara’ dalam kapasitasnya, sehingga ASN bukanlah Aparatur Sipil Pemerintah tapi Aparatur Sipil Negara. “Filosofi inilah yang harus dipahami bersama bahwa identitas yang melekat pada ASN adalah identitas negara bukan identitas/cabang kekuasaan eksekutif,” tegas Menteri Tjahjo.Menteri Tjahjo menerangkan bahwa pada 10 September lalu, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai Pedoman Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2020. SKB yang ditandatangani oleh Menteri PANRB, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), serta Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tersebut merupakan pedoman bagi ASN di seluruh Indonesia untuk tetap dapat menjaga netralitasnya dan tidak terlibat dalam politik praktis dimasa Pilkada serentak 2020.
BACA JUGA: Said Didu: Refly Harun Dulu Pendukung Jokowi, Tapi Dia Konsisten dengan Kebenaran
Ia berharap melalui keputusan bersama tersebut, ASN di tingkat pusat dan daerah dapat berkomitmen untuk menegakkan netralitas, mengawal pelaksanaan demokrasi di setiap tahapan serta menggerakkan dan mengorganisir masyarakat untuk menggunakan hak pilih dalam Pilkada serentak 2020.“Juga mari kita lawan racun-racun demokrasi yang mengganggu demokratisasi dalam setiap tahapan Pilkada dan Pemilu. Mari kita hindari politik SARA, politik uang, dan intervensi-intervensi yang mengganggu netralitas ASN,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat, hingga September 2020 ada 694 ASN yang dilaporkan atas dugaan pelanggaran netralitas terkait dengan pelaksanaan tahapan Pilkada. Ketua KASN Agus Pramusinto menjelaskan, dari 694, yang dilaporkan melakukan pelanggaran, sebanyak 492 telah diberikan rekomendasi penjatuhan sanksi pelanggaran netralitas.
“Dengan tindak lanjut pemberian sanksi dari PPK baru 256 ASN atau 52 persen,” katanya.
BACA JUGA: Kanal Berita SEA Today Siap Membawa Kabar Baik Indonesia Mendunia
Dari data yag dhimpun, pelanggaran netralitas oleh para ASN tersebut adalah kampanye atau sosialisasi melalui media sosial, melakukan pendekatan ke partai politik dan bakal calon kepala daerah, menyelenggarakan kegiatan yang berpihak pada salah satu bakal calon, menghadiri deklarasi pasangan bakal calon, serta membuat keputusan yang menguntungkan calon tertentu.“Berdasarkan instansi, pelanggaran netralitas paling banyak dilakukan di Kabupaten Purbalingga sebanyak 56 orang. Kemudian Kabupaten Wakatobi 34 orang, Kabupaten Kediri 21 orang, Kabupaten Musi Rawas Utara 19 orang dan Kabupaten Sumbawa 18 orang,” ujar Agus.
Ia juga merinci, berdasarkan wilayah, pelanggaran terbanyak dilakukan oleh ASN di Sulawesi Tenggara sebanyak 90 orang, lalu Nusa Tenggara Barat 83 orang, Jawa Tengah 74 orang, Sulawesi Selatan 49 orang dan Jawa Timur 42 orang. (khf/fin)