Ayub menilai ada kejanggalan terhadap penerbitan SPI bawang putih bagi beberapa perusahaan karena peredaran komoditas bawang putih banyak beredar di pasaran.
Kejanggalan lainnya, Ayub mengungkapkan ketika pihaknya mengajukan gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara terkait penerbitan SPI, kemudian tidak lama SPI diterbitkan Kemendag.
Pihak Kemendag juga menurut Ayub tidak memberikan penjelasan soal penerbitan SPI untuk perusahaan tertentu itu termasuk karena faktor pandemi COVID-19, tapi tidak ada regulasi dan SPI terbit bagi sebagian perusahaan.
Sebelumnya, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Didi Sumedi menjelaskan, stok bawang putih yang beredar saat ini merupakan bawang putih legal. Pernyataannya ini sekaigus menampik kecurigaan sejumlah pihak yang mempertanyakan masih beredarnya bawang putih di tengah belum diterbitkannya lagi SPI buat importir bawang putih.
"Itu mungkin stok yang memang masih ada, sehingga masih bisa memenuhi permintaan dalam negeri dan bisa menjaga harga yang reasonable," ujarnya.
Menurutnya, sekalipun tak mencukupi, sejatinya permintaan dalam negeri juga dipenuhi oleh produksi bawang putih lokal.
"Tergantung sekali tidak, Indonesia masih memiliki produksi bawang putih. , Memang kekurangan supply atas demand, kita impor. Nah, pemerintah harus bisa menjaga juga, jangan sampai jika banjir impor bawang putih harga akan jatuh. Akibatnya petani tidak ada insentif untuk berproduksi. Ini tidak boleh terjadi," tuturnya.
Hanya saja, Didi tak mau berkomentar banyak soal SPI yang tak kunjung terbit yang dikeluhkan sejumlah importir. Ia juga belum bisa memastikan kapan SPI untuk para importir bisa diterbitkan.
"Insya Allah dalam waktu dekat terbit," serunya.(bkg/cc4/fin)