News . 07/10/2020, 05:00 WIB
MAKASSAR — Usulan sekolah menghapus Pendidikan Gratis menuai pro kontra. Kebijakan ini dianggap sebagai langkah melegalkan pungutan yang sebelumnya membebani orang tua siswa.
Dinas Pendidikan Sulsel kini mengevaluasi untuk menghapus program Pendidikan Gratis. Program ini sebenarnya juga sudah tidak berjalan lagi sejak 2017 lalu.
Ketua Ombudsman Perwakilan Sulsel, Subhan Djoer menilai, meskipun kebijakan Pendidikan Gratis sudah ada, nyatanya pungutan tetap saja berjalan. Memang, SPP tak dibayar lagi. Namun, tetap ada uang buku, sumbangan pembangunan, hingga iuran komite tetap menjadi kewajiban.
Subhan menyebut beberapa sekolah masih tetap menarik pungutan kepada orang tua siswa. Meski secara ilegal.
Hanya saja, para kepala sekolah was-was, lantaran tak ada payung hukum yang mendukung kegiatan mereka. Makanya, aturan Pendidikan Gratis menjadi sasaran, agar pungutan kepada orang tua siswa bisa dimuluskan.
Pembentukan paguyuban pun, menurutnya, tak memiliki payung hukum. Berbeda dengan komite yang diatur dalam peraturan menteri. Paguyuban orang tua siswa dianggapnya hanya menjadi alat pencari uang bagi sekolah.
Padahal, tanggung jawab pemerintah untuk memastikan seluruh kelayakan fasilitas sekolah.
Di Kota Makassar, Subhan mengaku sudah banyak membubarkan paguyuban untuk tingkat sekolah dasar. "Misalnya di SD Mallengkeri dan SD Sudirman. Kita bubarkan, karena terbukti ada masalah. Pungutan justru makin lancar, meskipun paguyuban itu berada di luar sekolah," jelasnya seperti dikutip dari Harian Fajar (Fajar Indonesia Network Grup).
Kesejangan sosial, menurutnya juga bisa muncul. Siswa yang tergolong kesulitan keuangan, bisa saja terpengaruh psikologinya jika orang tua mereka tak mampu berpartisipasi.
"Dana BOS sudah sangat besar dan menurut saya mampu memenuhi kebutuhan sekolah. Kalau paguyuban jadi dibentuk, kita tentu akan turun tangan untuk melihat realisasinya," tambahnya.
Pakar Pendidikan Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Arismunandar menambahkan, kebijakan Pendidikan Gratis di Sulsel sebetulnya sudah lama berjalan. Sejak era Syahrul Yasin Limpo sebagai gubernur.
Saat ini, kata dia, sekolah memang hanya betul-betul berharap pada dana BOS. Di sisi lain, banyak yang menganggap dana BOS tak cukup, lantaran kebutuhan sekolah ternyata besar.
Salah satunya pembayaran guru honorer yang kini jumlahnya sebanding dengan guru PNS di setiap sekolah.
Makanya partisipasi masyarakat memang dianggap perlu untuk membangun pendidikan. Hanya, sekarang masih terbentur aturan.
Dia juga tetap meminta agar penarikan sumbangan tak bersifat mengikat atau tidak wajib. Bergantung kemampuan orang tua siswa. Selain itu, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 tentang Komite Sekolah, sumbangan pun tak ditentukan nilai nominalnya.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com