News . 07/10/2020, 09:30 WIB
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menyebut para buruh merasa kecewa dengan pengesahan UU Cipta Kerja. Pemerintah dan DPR telah membohongi buruh yang telah menyuarakan aspirasinya.
"Kami kecewa, kami merasa pemerintah dan DPR membohongi kami, yang kami perjuangkan tidak diakomodir hanya parsial, pasal-pasalnya dipotong," katanya, Selasa (6/10).
Menurutnya UU Cipta Kerja sangat buruk dan jauh dari harapan buruh. Dia juga mengatakan pemerintah dan DPR tak transparan dalam membahas dan mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU.
Untuk itu, dikatakannya, KSBSI akan menggelar aksi pada 12-14 Oktober 2020 mendatang. KSBSI juga mengaku sedang mempersiapkan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
Terkait Telegram Kapolri yang melarang berujuk rasa, dia menilai sangat intimidatif.
"Iya, jangan intimidatif. Menyampaikan aspirasi diatur kok dalam UU. Seharusnya tidak disahkan kalau memang mengantisipasi penyebaran COVID," katanya.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyangkal bila RUU Cipta Kerja tidak melibatkan publik dalam pembahasannya. Bahkan pihak-pihak yang dilibatkan meliputi serikat pekerja, pengusaha dan akademisi.
Dikatakannya, ketika Presiden Joko Widodo memutuskan menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja pada 24 April 2020, maka Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memanfaatkan momentum itu untuk mengundang perwakilan serikat pekerja/buruh dan APINDO yang tergabung dalam Tripartit Nasional demi memperdalam rumusannya.
"Hasil dari pendalaman oleh Tripartit tersebut kemudian menjadi dasar pembahasan RUU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan, yang disahkan oleh DPR menjadi undang-undang pada Senin (5/10) kemarin," ungkapnya.
"Sangat prematur apabila secara tergesa-gesa menyimpulkan bahwa RUU Cipta Kerja ini rentan terhadap PHK bagi pekerja atau buruh. RUU Cipta Kerja ini justru ingin memperluas penyediaan lapangan kerja dan meningkatkan kualitas perlindungan bagi pekerja atau buruh, utamanya perlindungan bagi mereka yang mengalami PHK melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)," katanya.
Malahan, kata Menaker, dalam rangka perlindungan kepada pekerja yang menghadapi PHK, UU Cipta Kerja tetap mengatur ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara PHK. Selain itu, UU itu tetap memberikan ruang bagi serikat pekerja dan buruh memperjuangkan kepentingan anggotanya yang sedang mengalami proses PHK.
Menurutnya, adanya pro-kontra terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja merupakan hal wajar dalam dinamika sosial dan demokrasi. Namun demikian, pada akhirnya pemerintah harus memutuskan dan menyiapkan draf yang akan dibahas bersama DPR.
"Kami semampu mungkin berusaha keras mendekatkan pandangan antara teman-teman serikat pekerja/buruh dengan teman-teman pengusaha," katanya.
Ida mengatakan pada akhirnya akomodasi pandangan itu didengarkan dengan baik oleh DPR. Dia juga memberikan apresiasi kepada DPR Yang menyiarkan secara terbuka proses pembahasan RUU Cipta Kerja termasuk klaster ketenagakerjaan.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com