News . 05/10/2020, 13:00 WIB
"Sejauh ini masih proses nyemai, kami targetkan pertengahan dan akhir Oktober sudah bisa didistribusikan ke mereka yang membutuhkan dan terdampak Covid. Kami KWT Kenanga sangat senang bisa bermanfaat bagi mereka," katanya.
Saat berbincang dengan Hanifah di saung KWT Kenanga, wedang jahe hangat menjadi menu wajib yang harus dicoba. Sangat nyaman. Melihat hijaunya tanaman pertanian. Ia melanjutkan, hasil olahan jahenya, tidak hanya bisa dinikmati warga Kota Tangerang saja. Saat ni, sudah tersebar hampir ke seluruh Indonesia. Bahkan, untuk serbuk jahe, sudah di pasarkan ke Kobe. Negerinya para ninja. Jepang.
Keuntungan yang diambil bukan olahan jahenya saja. Bibitnya justru kini diburu. Jika masih ingat, di awal pandemi Covid 19, harga jahe melambung tinggi. Hingga ratusan ribu per kilogramnya. Kebanjiran order pasti. Bahkan sulit untuk menyanggupi permintaan pelanggan. Wajar. Jahe hanya bisa dipanen setahun sekali.
“Ini jadi PR kami. Mengedukasi warga pentingnya bercocok tanam di tengah pandemi covid. Jaman makin sulit. Tapi banyak warga belum sadar. Maunya beli sayuran di sini dengan harga lebih murah dari harga di pasar. Padahal, tanaman di sini justru organik,” kata wanita berkacamata ini.
Di tempat sama, salah satu anggota KWT Kenanga ikut nimbrung. Sri Surbaningsih namanya. Usianya tidak lagi muda. 53 tahun. Wanita yang juga berbicara dengan logat jawa ini, secara gamblang mengatakan, jika warga seharusnya jangan malu apalagi gengsi untuk terjun ke KWT.
“Lha wong ngga ngabisin waktu kok. Syaratnya ikhlas dan suka tanaman. Itu saja,” ucapnya medok. Soal waktu, sangat tentatif. Yang pasti tidak mengganggu urusan di rumah.
Hampir lupa. Jangan dikira KWT Kenanga ini memiliki banyak anggota. Cuma delapan orang. Itu juga seluruhnya ibu rumah tangga yang usianya sudah lebih dari setengah abad.
Segala macam cara pun dilakukan para wanita ini untuk menyulap lahan tidur menjadi kebun untuk memenuhi stok pangan selama pandemi Covid-19. Di tengah digitalisasi, banyak dari para kaum ibu itu awam dalam bercocok tanam. Kendati demikian, mereka tak menyerah. Seperti yang dilakukan KWT Demplot Antherium di bilangan Pondok Arum, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang. Mereka memanfaatkan teknologi berbasis digital melalui smarphone dengan aplikasi bernama Sistem Informasi Pertanian Indonesia atau Sipindo.
Ketua KWT Demplot Antherium, Yuliana Darmawan mengatakan lewat aplikasi itu, sebanyak 30 anggotanya bisa belajar proses bercocok tanam dari mulai tahap penyemaian benih hingga panen.
”Di aplikasi ini, kami bisa tahu kapan masa tanam dan juga kendala seperti hama penyakit dari berbagai macam sayuran, dan ada cara penanganannya,” katanya.
Di Tangerang aplikasi ini kelompok taninya. Berada di lahan sekitar 100 meter persegi, tanah tersebut diperdayakan untuk bercocok tanam berbagai macam sayuran.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com