Banding Pencabutan Hak Politik Wahyu

fin.co.id - 01/09/2020, 09:00 WIB

Banding Pencabutan Hak Politik Wahyu

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekaligus bekas Kader PDIP Agustiani Tio Fridelina.

Keduanya telah divonis bersalah dalam perkara suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024. Perkara itu juga menjerat mantan Kader PDIP Saeful Bahri yang telah diputus bersalah dan buronan Harun Masiku.

"Hari ini, Senin (31/8), KPK menyatakan upaya hukum banding atas putusan majelis hakim dalam perkara atas nama terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Senin (31/8).

Ali menjelaskan, salah satu alasan banding diajukan lantaran KPK memandang vonis yang dijatuhkan belum memenuhi rasa keadilan masyarakat. Terutama perihal tak dipertimbangkannya tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengenai pencabutan hak politik Wahyu selama empat tahun oleh majelis hakim.

"Alasan banding selengkapnya akan disusun dalam memori banding yang akan segera JPU KPK serahkan kepada Pengadilan Tinggi Jakarta melalui PN Jakarta Pusat," kata Ali.

Menanggapi itu, Kuasa Hukum Wahyu Setiawan, Tony Hasibuan mengatakan bahwa putusan hakim terkait penolakan pencabutan hak politik Wahyu sudah tepat. Alasannya karena memang tidak ada pertimbangan yang kuat dari JPU.

"Saya juga sampai detik ini kurang paham, apa dalil yang menguatkan dari jaksa penuntut umum. Kan orang tidak bisa serta merta main cabut-cabut saja hak politiknya, harus didalilkan dong," terang Tony.

Dia menilai JPU keliru, jika pertimbangan pencabutan hak politik karena akan merusak tatanan demokrasi. Sebab Wahyu Setiawan sebagai penyelenggara pemilu yang justru menjalankan demokrasi dengan sebaik-baiknya.

Sebagai bukti, Wahyu menolak permintaan PDI-Perjuangan yang ingin menggantikan Riezky Aprilia dengan Harun Masiku.

"Artinya Wahyu Setiawan sudah benar-benar mempertahankan hasil demokrasi Pemilu dengan tidak menerima permohonan PDIP. Jadi demokrasi apa yang dilanggar," tegasnya.

Diketahui, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman enam tahun pidana penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan terhadap Wahyu Setiawan.

Majelis Hakim menyatakan Wahyu bersama-sama Agustiani Tio Fridelina telah menerima suap dari kader PDIP Saeful Bahri agar KPU menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui pergantian antarwaktu (PAW) menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Sedangkan Agustiani dihukum empat tahun pidana penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (24/8).

Dalam amar putusannya, majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan Jaksa untuk mencabut hak politik Wahyu Setiawan selama empat tahun setelah menjalani pidana pokok. Selain itu, vonis untuk Wahyu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu delapan tahun dan denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. (riz/gw/fin)

Admin
Penulis