Lagi-lagi Dituntut Transparan

fin.co.id - 25/08/2020, 02:30 WIB

Lagi-lagi Dituntut Transparan

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA – Pemerintah dan DPR kembali diminta untuk lebih transparan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law. Terlebih, Badan Legislasi DPR RI telah mengantongi 118 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Bab 3 mengenai perizinan berusaha.

”Benar sudah ada DIM-nya. Kalau dari pemerintah, diwakili Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Danis Sumadilaga dan Staf Ahli bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Kemenko Perekonomian Elen Setiadi. Memang sudah selesai. Ada 118 DIM,” terang Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas, kemarin.

Dijelaskannya, pemerintah menyampaikan bahwa pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, dan persetujuan gedung merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dengan perizinan usahanya nantinya.

BACA JUGA:  Coutinho Soal Barca Usai Menang Liga Champions dengan Munchen

Pemerintah ingin membalikkan bisnis proses terkait IMB dari yang ada selama ini sebab masyarakat sering mengalami hambatan dalam pengurusan IMB, yaitu di mana ingin mengejar administrasinya, tetapi kekurangan dengan standar teknisnya.

Oleh karena itu, pemerintah ingin memberikan kemudahan kepada masyarakat dengan menyiapkan standar teknis, kemudian bisnis prosesnya menyesuaikan. Dengan demikian, proses perizinan yang rumit terhadap IMB itu bisa lebih disederhanakan untuk menyiapkan kebutuhan masyarakat.

”Selain itu, dalam DIM pasal 23, 24, dan 25 RUU Cipta Kerja perihal ketentuan pemutusan sanksi terhadap pelanggaran, Supratman mengatakan pembahasan agar dilakukan kembali dalam rapat berikutnya bersama Tim Musyawarah (Timus),” jelasnya.

BACA JUGA:  Waduh, Dinar Candy Tagih Utang di Medsos Hingga Ancam Lapor Polisi

Anggota Baleg DPR RI Bukhori Yusuf menambahkan dalam rapat pembahasan bab perizinan berusaha, khususnya dalam hal perizinan bangunan dan gedung ingin lebih menekankan kepada spesifikasi dan kualifikasi bangunan agar memiliki ketangguhan, kenyamanan keamanan serta keselamatan bagi penghuninya yaitu manusia.

”Ada sejumlah ketentuan persyaratan administratif. Ketentuan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Maka seluruh ketentuan persyaratan administratif akan dijadikan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang akan dibuat oleh pemerintah pusat namun eksekusinya oleh pemerintah daerah terkait,” papar Bukhori.

Secara khusus, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu meminta draf RPP NSPK segera disampaikan ke DPR terkait pasal-pasal tentang syarat administratif yang akan dihapus dan rencananya akan masuk draf RPP NSPK itu. ”Saya minta jaminan berupa ketentuan pasal yang menjamin bahwa ketentuan-ketentuan (desentralisasi dan otonomi daerah) tersebut harus menjadi arahan dalam menyusun NSPK,” imbuhnya.

BACA JUGA:  Bantu Usaha Mikro Lebih Produktif, KemenkopUKM Salurkan Bantuan Presiden

Sejalan dengan rampungnya DIM, Fraksi Partai NasDem dan Fraksi Partai Golkar sepakat melanjutkan pembahasan klaster ketenagakerjaan yang ada dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Hal itu diputuskan setelah ditemukan titik temu dengan kalangan serikat pekerja yang tergabung dalam Tim Perumusan Klaster Ketenagakerjaan RUU Ciptaker.

”Ketika kepentingan pekerja bisa diakomodir, NasDem berdiri pada kepentingan buruh. Fraksi NasDem akan ikut bersama-sama selesaikan klaster ketenagakerjaan," kata Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI Ahmad H. Ali.

Dia menjelaskan sejak awal fraksi nya meminta klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Ciptaker. ”Ketika RUU Omnibus Law itu dibuat pemerintah dan diajukan ke DPR, terjadi banyak kegaduhan salah satunya terkait ketenagakerjaan. Alhamdulillah setelah waktu panjang DPR inisiasi pertemuan dengan serikat pekerja sehingga ditemukan satu titik dan dianggap bisa mengakomodir serikat pekerja,” paparnya.

BACA JUGA:  Felix Siauw: Ada Ormas yang Sukanya Marah-marah, Tapi Pasang Status Islam Itu Ramah-Ramah

Anggota Panitia Kerja RUU Ciptaker dari Fraksi Partai Golkar, Lamhot Sinaga mengatakan fraksinya menginginkan adanya afirmatif perlindungan terhadap kaum buruh dalam RUU tersebut. ”Tentu saja berbagai pihak boleh saja pro terhadap investasi, namun jangan sampai merugikan kepentingan kalangan buruh,” singkatnya.

Terpisah Pengamat Politik Maruli Hendra Utama menilai keberadaan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) akan memperluas lapangan kerja baru bagi masyarakat.Kebijakan ketenagakerjaan selama ini dinilai terlalu rekstriktif sehingga keberadaan RUU Ciptaker akan mengurai aturan yang selama ini membatasi pembukaan lapangan pekerjaan.

”Soal gaduh itu biasa. Namanya juga dinamika, ada pro dan kontra. Sekarang tinggal niat dari pemerintah dan DPR saja,” terang Maruli kepada Fajar Indonesia Network (FIN)

Maruli berharap sektor padat karya terus mengalami penurunan perannya di dalam perekonomian Indonesia. Sebelum krisis 1998, setiap tahun sektor manufaktur menghasilkan lapangan pekerjaan lebih dari 250 ribu pekerjaan, sementara sejak 2000 sampai 2012, sektor manufaktur hanya bisa menghasilkan lapangan pekerjaan di bawah 50 ribu per tahun.

BACA JUGA:  Banser Bentak-Bentak Ulama, Disesalkan MUI, Diapresiasi Menag

”Nah setelah 2012, sektor manufaktur bisa menghasilkan hingga 150 ribu per tahun. Artinya perekonomian kita tumbuh dengan pesat tetapi kurang menghasilkan lapangan pekerjaan,” timpalnya.

Mantan aktivis 98 itu menambahkan manfaat lainnya dari Omnibus Law, tidak hanya kemudahan dalam pengajuan izin usaha, tetapi juga tidak adanya pengenaan biaya kepada pelaku usaha, apabila ingin naik kelas menjadi PT. ”Problemnya sederhana. DPR dan pemerintah lebih terbuka saja. Karena kelihatannya tidak banyak diekspose dari RUU Cipta Kerja,” jelas Dosen Sosiologi Universitas Lampung itu. (tim/fin/ful)

Admin
Penulis