Jangan Jadikan Anak Kelinci Percobaan

fin.co.id - 12/08/2020, 12:35 WIB

Jangan Jadikan Anak Kelinci Percobaan

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Sekolah-sekolah yang berada di zona hijau maupun kuning di seluruh daerah di Indonesia dinilai belum siap untuk melakukan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi Covid-19. Hal itu menyusul, keputusan pemerintah yang mengizinkan pembukaan sekolah di zona kuning.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan, belum siapnya sekolah-sekolah untuk melakukan pembelajaran tatap muka karena banyak sekolah yang belum membentuk tim gugus tugas Covid-19 di sekolahnya.

"Mayoritas sekolah masih bingung mempersiapkan apa saja untuk menuju kenormalan baru, mereka butuh bimbingan dan pengawasan," kata Retno Listyarti di Jakarta, Selasa (11/8).

Retno menuturkan, bahwa KPAI telah mengadakan pengawasan langsung ke sejumlah sekolah di berbagai tingkatan seperti di Bekasi, Bogor, Depok, Bandung, Subang, Tangerang, Tangsel dan Jakarta. Hasilnya, banyak sekolah yang tidak maksimal dalam memenuhi protokoler kesehatan Covid-19.

"Melindungi anak bukan dengan zona tapi dengan persiapan pencegahan bahaya penularan yang ketat," ujarnya.

Menurut Retno, keadaan anak tetap sehat saat dilepas kembali ke sekolah sangat tergantung persiapan sekolah yang didukung semua stakeholder pendidikan.

"Artinya, kepercayaan dan keberanian orang tua melepas anak kembali belajar tatap muka di sekolah sangat tergantung dari persiapan regulasi dan praktek nyata sistem pencegahan bahaya Covid-19 di sekolah," tuturnya.

Penolakan kebijakan pembelajaran tatap muka di sekolah juga diutarakan Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA). Menurut pihaknya sepanjang vaksin korona (covid-19) belum ditemukan, maka anak masih harus melanjutkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

"Jangan jadikan anak sebagai Kelinci percobaan untuk virus corona. Saya menolak pembelajaran tatap muka," kata Ketua KNPA, Arist Merdeka Sirait dalam keterangannya.

Menurut Arist, apapun alasannya, membuka sekolah untuk tatap muka di tengah pandemi tak bisa ditolerir. Tak ada jaminan zona aman virus corona, meski telah memiliki status warna hijau sekalipun.

"Hari ini situasinya hijau, hitungan detik bisa berubah, begitu cepat menjadi merah atau kuning. Maka menjadi pertanyaan siapa sesungguhnya yang menentukan suatu wilayah mempunyai predikat sebagai zona hijau, merah, kuning dan oranye itu," terangnya.

Pertimbangan lain, kata Arist, ada dalam konteks hak asasi. Setiap anak mempunyai hak hidup dan hak atas kesehatan. Menurutnya, dalam kondisi seperti ini pemerintah harusnya dituntut hadir untuk memberikan perlindungan kepada anak dalam situasi darurat pendidikan.

"Masalah pendidikan tahun 2020 bukanlah hanya masalah bangsa kita, namun telah menjadi persoalan global education. Demikian juga jika dilihat dalam sudut pandang Konvensi PBB tentang hak anak, situasi pendidikan kita saat ini dalam situasi darurat pendikan," tuturnya.

Sementara itu, Juru bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, untuk lembaga pendidikan untuk membuka kegiatan belajar tatap muka harus memenuhi persyaratan yang ketat. Salah satunya, sekolah wajib menjalankan simulasi dan harus menyediakan fasilitas mencuci tangan.

"Satuan pendidikan tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa adanya persetujuan dari pemda atau kantor wilayah, kepala sekolah, dan komite sekolah," ujar Wiku.

Admin
Penulis