Terlebih, Wiku menegaskan, bahwa keputusan akhir berangkat atau tidaknya peserta didik ke sekolah harus seizin orang tua siswa. Artinya, jika orang siswa tua tidak setuju atau belum setuju, peserta didik diperbolehkan belajar dari rumah.
"Ini tidak dapat dipaksakan," tegasnya.
Selain itu, lajnjut Wiki, kapasitas pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap, dengan jumlah 40 persen sampai 50 persen. Bila wilayah berubah menjadi zona risiko sedang atau tinggi, pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan tersebut.
"Namun, proses tersebut harus dilakukan bertahap dengan evaluasi. Bagi daerah yang akan tatap muka perlu pengawalan dengan ketat protokol kesehatannya," terangnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim menambahkan, bahwa pembukaan sekolah tatap muka menggunakan sistem buka tutup. Artinya, jika sekolah di zona kuning atau hijau terdapat warga sekolah yang terpapar Covid-19 maka pembelajaran tatap muka harus langsung ditiadakan kembali.
"Jika terjadi perubahan status zona maka pembelajaran tatap muka tidak boleh dilakukan lagi. Jika terbukti ada kasus terpapar dalam satuan sekolah," kata Nadiem.
Nadiem menuturkan, meskipun sekolah di zona hijau sudah sejak lama diizinkan dibuka, hanya sekitar 15-25 persen saja yang melakukan pembelajaran tatap muka. Sebab, protokol kesehatan yang diterapkan sangat ketat dan tidak semua sekolah mampu memenuhinya.
"Dibukanya sekolah di zona kuning ini akan terus diobservasi oleh Kemendikbud. Jadi kebijakan ini jangan ada mispersepsi. Jadi dari pusat, karena sekolah itu dimiliki daerah, dari pusat kami hanya memperbolehkan pemda dan komite sekolah mengambil keputusan," pungkasnya.
Seperti diketahui, pemerintah melakukan revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Baru 2020/2021 Masa Pandemi Covid-19. Revisi tersebut yaitu memperbolehkan sekolah tatap muka di zona kuning dan hijau. (der/fin)