News . 04/08/2020, 02:35 WIB
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan tuntutan delapan tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan terhadap mantan Wakil Ketau Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Tuntutan itu dijatuhkan terkait kasus dugaan suap penetapan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 yang turut menyeret eks Caleg PDIP Harun Masiku.
Jaksa meyakini, Wahyu bersama-sama eks Anggota Bawaslu yang juga merupakan Kader PDIP Agustiani Tio Fridelina terbukti menerima suap Rpp600 juta dari Kader PDIP lainnya, Saeful Bahri. Adapun suap tersebut diduga diberikan agar Wayu mengusahakan penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme PAW menggantikan Caleg PDIP terpilih Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
"Menuntut, menyatakan terdakwa Wahyu Setiawan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Jaksa KPK Takdir Suhan saat membacakan surat tuntutan Wahyu, Senin (3/8).
Bukan hanya pidana pokok, Jaksa turut menuntut agar Wahyu dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih sebagai pejabat publik selama empat tahun usai pidana pokok selesai dijalankan.
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa juga menjatuhkan tuntutan terhadap Agustiani Tio Fridelina berupa hukuman selama 4,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Jaksa mempertimbangkan beberapa hal dalam menjatuhkan pidana tersebut. Antara lain, yang memberatkan, yakni Wahyu dan Agustiani tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. Kedua terdakwa juga telah menikmati uang yang diterimanya. Tak hanya itu, Jaksa menilai perbuatan Wahyu dan Agustiani Tio berpotensi mencederai hasil Pemilu.
Sementara untuk hal yang meringankan, Jaksa menilai Wahyu dan Agustiani Tio telah bersikap sopan selama persidangan, serta mengakui dan menyesali perbuatannya.
Selain itu, Jaksa juga menolak permohonan Wahyu bersama tim penasihat hukumnya sebagai Justice Collaborator (JC). Alasannya, Wahyu dinilai merupakan pelaku utama dalam sengkarut ini.
"Bahwa selain terbukti sebagai pelaku utama dalam kedua perbuatan yang didakwakan tersebut, pada pemeriksaan persidangan ini kami selaku penuntut umum menilai bahwa terdakwa I (Wahyu Setiawan) tidak terlalu kooperatif," ucap Jaksa Ronald Worotikan.
Menanggapi itu, kuasa hukum Wahyu, Tony Akbar Hasibuan mengatakan tuntutan terhadap kliennya tidak jelas. Sebab tuntutannya berbeda dengan yang didakwakan jaksa.
"Di mana dakwaannya menerima hadiah atau janji untuk pengurusan pergantian antar waktu (PAW). Namun, tuntutannya malah tidak jelas apakah PAW pergantian calon terpilih atau pengalihan suara ke Harun Masiku," katanya.
Dia pun menilai, jaksa terlihat ragu-ragu dalam merumuskan tuntutan terhadap Wahyu.
"Dengan itu, kami merasakan keragu-raguan Jaksa dalam merumuskan tuntutannya. Semoga saja yang kami rasakan sama dengan yang dirasakan Majelis Hakim dan mengambil putusan yang adil," lanjutnya.
Sebelumnya, Tony juga mengatakan, pihaknya berharap Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Wahyu sesuai fakta persidangan. Tony menjelaskan, kliennya itu didakwa dugaan suap pergantian antar waktu Harun Masiku. Akan tetapi, KPU tidak memiliki kewenangan dalam melakukan pergantian antar waktu.
"Karena menurut UU MD3 itu, pengajuan pergantian antar waktu hanya bisa dilakukan apabila partai politik mengajukan ke pimpinan DPR," jelasnya.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com