Sebenarnya, Partai Nasdem bukan yang pertama meminta saya untuk ikut pemilihan tahun ini. Beberapa bulan lalu beberapa partai sudah mencoba berkomunikasi dengan saya. Alasannya sama, berdasarkan pertimbangan dan survei di masyarakat. Kebetulan saja, Partai Nasdem yang menyodorkan nama saya secara resmi.
Dan jadi berita.
Saya termasuk orang yang cuek dalam hal politik. Belakangan juga termasuk orang yang sangat ketat dalam memfilter segala berita/kabar yang beredar. Apalagi kalau itu sumbernya sosmed atau berita online. Sebagai orang yang belasan tahun berkecimpung di dunia media, tentu wajar saya memfilter segala informasi sebaik-baiknya.
Masalahnya, ada begitu banyak orang yang belum tentu melakukan proses filtering seperti saya. Dengan mudah menelan segala informasi, benar maupun salah. Dengan mudah mengambil kesimpulan hanya dengan membaca judul, tanpa membaca artikel secara utuh dengan konteks sesungguhnya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, ada begitu banyak pihak yang suka memanfaatkan momen, memelintir kabar, dengan niat mengadu domba atau memfitnah.
Gampang, tinggal buka saja sosmed, isinya banyak seperti itu. Saya sudah tidak pernah memusingkan. Karena saya selalu berasumsi yang di sosmed itu, kalau bukan dari sumber aslinya, adalah "guilty until proven innocent" alias "selalu salah kecuali terbukti benar."
Apakah benar Partai Nasdem mengajukan nama saya? Tentu benar. Wong ada suratnya, dan beritanya beredar di segala media resmi. Adalah hak mereka untuk mengajukan seseorang yang mereka anggap layak. Mereka pasti punya prosedur dan sistemnya.
Apakah benar saya akan ikut tampil dan maju sebagai wakil wali kota dalam pemilihan nanti? Menurut Anda bagaimana?
Begitu berita tersebut beredar luas, ada begitu banyak WA yang masuk. Ada begitu banyak media ingin mengajukan wawancara. Ada begitu banyak teman, sahabat, dan orang yang saya kenal biasa mengirimkan pesan.
Kalau melihat WA-WA itu, sepertinya banyak yang senang. Khususnya teman-teman pengusaha. Lagi-lagi, saya harus bersyukur. Ini tandanya mereka perhatian dengan segala hal yang saya lakukan selama ini. Dan mereka menganggapnya positif.
Saya juga tidak mau jadi orang munafik. Dan teman-teman terdekat saya juga tahu, saya bukan orang yang suka "main aman." Karena itu, saya tidak pernah menyangkal kalau saya, dan keluarga saya, memang dekat dengan Pak Machfud Arifin. Beliau adalah sahabat keluarga kami, khususnya dekat dengan abah saya. Dan kami senang beliau maju menjadi calon wali kota Surabaya berikutnya.
Adalah hak pribadi saya, dan keluarga kami, untuk menentukan pilihan. Seperti hak pribadi pembaca semua untuk memberikan dukungan. Kita semua harus dewasa dengan itu. Sama seperti hak pribadi saya mendukung Pak Bambang DH sekitar 15 tahun lalu, dan hak pribadi saya mendukung Bu Risma sepuluh tahun lalu.
Saya percaya pilihan saya dulu benar, dan saya yakin pilihan saya untuk masa depan Surabaya juga tepat. Karena saya selalu diajarkan untuk selalu berusaha memikirkan secara holistik, bukan sekadar emosional.
Surabaya butuh melangkah ke "Next Level." Orang yang bisa total memikirkan kota, yang matang dan dewasa, yang punya selera tinggi, dan yang sudah "selesai" dengan kebutuhan diri sendiri. Kira-kira seperti abah saya sendiri lah, yang sudah tidak butuh apa-apa lagi selain membagikan pengalaman hidupnya untuk orang banyak.
Surabaya butuh orang yang bisa bekerja sama dengan orang banyak, dengan semua kalangan, karena tidak ada yang bisa maju sendirian. Saya sering berdiskusi dengan Pak Machfud dan timnya, tentang kebutuhan kota ini, dan beliau menegaskan bagaimana kota ini tidak bisa maju hanya dengan wali kota dan wakil wali kota saja.