News . 24/07/2020, 02:00 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo kalah di pengadilan. Ini setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta membatalkan Keputusan Presiden (Keppres)yang memberhentikan Komisioner KPU RI periode 2017-2022, Evi Novida Ginting. Dalam putusannya, hakim mewajibkan Jokowi mencabut Keppres tersebut.
"Gugatan pemberhentian Evi Novida Ginting dikabulkan seluruhnya. Dalam hal ini keputusan presiden soal pemberhentian ditunda berlakunya sampai putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap, Red)," ujar kata penasihat hukum Evi, Heru Widodo di Jakarta, Kamis (23/7).
Seperti diketahui, Evi Novida Ginting mengajukan gugatan ke PTUN terhadap Keppres nomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat pada 23 Maret 2020. Gugatan itu, diajukan pada April 2020 lalu dan diputuskan pada Kamis, 23 Juli 2020.
"Dengan putusan PTUN ini, berarti tidak boleh ada proses PAW (Pergantian Antarwaktu) di DPR dan Presiden. Kami berharap tergugat juga bijaksana dalam mengambil langkah berikutnya," imbuh Heru.
Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Jakarta memutuskan lima hal terhadap Evi selaku penggugat dan Presiden Joko Widodo sebagai tergugat. Pertama mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Kedua menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020.
Yang ketiga, mewajibkan tergugat mencabut Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020. Keempat mewajibkan Tergugat merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan pengugat sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan. Yang kelima menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp332 ribu. "Harapan kami, Presiden tidak berbeda bersikap dengan PTUN. Sehingga mengembalikan Bu Evi sebagai Komisioner KPU RI," jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Evi Novida Ginting Manik dipecat dari jabatannya sebagai Komisioner KPU oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ini terkait kasus perselisihan perolehan suara calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat Daerah Pemilihan Kalimantan Barat 6 dari Partai Gerindra.
Selain itu, DKPP juga memberi sanksi berupa peringatan keras kepada Ketua dan empat Komisioner KPU lainnya. DKPP menilai Evi seharusnya memiliki tanggung jawab etik lebih besar atas ketidakpatuhan hukum dan ketidakadilan penetapan hasil pemilu. Mengingat jabatannya sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu.
Sanksi etik berupa peringatan keras disertai pemberhentian dari koordinator divisi, merupakan kategori pelanggaran kode etik berat. Hingga saat ini, Komisioner KPU RI berjumlah 6 orang. Ini setelah Presiden Jokowi melantik I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi sebagai pengganti Wahyu Setiawan yang terjerat kasus suap di KPK.
Terpisah, Evi Novida Ginting Manik berharap amar putusan PTUN itu segera dilaksanakan. "Saya sudah menerima informasi amar putusan e-Court. Alhamdulillah, semua gugatan dikabulkan PTUN. Saya berharap amar putusan tersebut bisa dilaksnakan," kata Evi. Saat ini dirinya sedang menunggu salinan resmi dari keputusan PTUN dari perkara yang didaftarkan dengan Nomor Perkara: 82/G/2020/PTUN.JKT. "Saya menunggu salinan resminya putusan tersebut untuk dipelajari lebih lanjut," ungkapnya.
Menanggapi putusan PTUN tersebut, Ketua DKPP Muhammad mengatakan amar putusan yang mewajibkan rehabilitasi nama baik Evi Ginting dan memulihkan kedudukannya sebagai anggota KPU RI, perlu dilaksanakan oleh Pemerintah.
"Terhadap amar putusan PTUN yang mengoreksi vonis DKPP dari pemberhentian menjadi rehabilitasi, perlu diluruskan oleh Presiden sebagai representasi Pemerintah," ujar Muhammad di Jakarta, Kamis (23/7).
Menurutnya, dalam perspektif hukum tata negara, Pemerintah bersama DPR bertugas membentuk undang-undang. Salah satunya adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 yang di dalamnya merumuskan kelembagaan DKPP.
Sehingga, putusan DKPP yang menyatakan Evi Ginting melanggar etika penyelenggara pemilu sudah sesuai dengan prosedur. “Atas kesepakatan bersama Pemerintah dan DPR, desain kelembagaan DKPP telah dirumuskan dalam UU Pemilu sebagai peradilan etika, serta diberi wewenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran etika penyelenggara pemilu,” papar mantan Ketua Bawaslu RI tersebut.
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko enggan berkomentar soal putusan PTUN itu. Mantan Panglima TNI ini menyatakan urusan tersebut jauh dari tugasnya. "Itu jauh dari tugas saya. No comment," kata Moeldoko.(rh/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com