Hak Paten di PTKI Masih Rendah

fin.co.id - 23/07/2020, 10:34 WIB

Hak Paten di PTKI Masih Rendah

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) mencatat, bahwa hak paten atas temuan (invensi) di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) masih sangat sedikit.

Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag, Arskal Salim mengatakan, bahwa pihaknya akan terus berupaya melakukan percepatan atau akselerasi.

"Hak paten atas invensi di PTKI masih sangat minim. Harus ada upaya akselerasi," kata Arskal di Jakarta, Selasa (22/7).

Menurut Arskal, berdasarkan data per Januari 2020, telah terbit 7.198 sertifikat hak kekayaan Intelektual dosen PTKI di seluruh Indonesia.

Jumlah itu jauh melesat naik dari tahun 2019 yang hanya 1.637 sertifikat. Namun, dari total 7.198 sertifikat itu, hanya ada dua hak paten, sementara yang lainnya hak cipta.

"Sudah saatnya hak paten untuk didorong dan dipercepat proses pendaftarannya lebih banyak lagi ke lembaga resmi milik negara," ujarnya.

"Kita telah bersurat ke pimpinan PTKI agar melakukan akselerasi hak paten dan kemanfaatannya," sambungnya.

Arskal menjelaskan, pada 2020 telah memberikan bantuan khusus untuk para peneliti yang outputnya hak paten. Ada 10 penelitian multiyears (tahun jamak) yang akan dilakukan. Namun, penelitian yang akan dibiayai dari bantuan dana BOPTN Penelitian itu harus tertunda tahun depan karena pandemi.

Sebelumnya, Peneliti Fakultas Saintek UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Elpawati, dan Peneliti UIN Sunan Gunung Jati Bandung, Hasniah Aliah telah memperoleh sertifikat paten dari Kemenkumham. Elpawati mendapat sertifikat paten pada 24 April 2018 dengan invensi “Komposisi Bahan Penghancur Sampah Organik dan Proses Pembuatannya”.

"Sedangkan invensi Hasniah Aliah dan Tim LIPI berjudul, “Poses Pembuatan Material Grafit Berbasis Serat Kapas”, tercatat pada 17 September 2019. Kedua inventor ini masih belum melakukan tahapan berikutnya yaitu pabrikasi atau komersialisasi dalam dunia industri," terangnya.

Kasubdit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Suwendi mengatakan, kondisi hak paten di beberapa perguruan tinggi keagamaan Islam perlu ditingkatkan. Untuk itu, ia mendorong dan berupaya memfasilitasi kampus-kampus agar terus melahirkan riset yang bonafit serta mampu mencapai hak paten.

"Untuk memaksimalkan paten, hemat saya, kita harus bersinergi dengan beberapa pihak, dengan rumus ABCG. A artinya Akademisi. B (Bisnis), perusahaan yang bergerak di bisnis menjadi bagian dan bersinergi dengan kita. C (Customer) mana yang kita bidik, dan G (government) pemerintah termasuk daerah dan pusat bisa memanfaatkan paten yang sudah dihasilkan itu," kata Suwendi

Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham, Dede Mia Yusanti mengatakan, siap mengawal permohonan dan kelancaran kampus PTKI dalam memproses hak paten, dengan syarat pimpinan kampus harus memiliki komitmen yang sama.

"Saya melihat pengalaman dari perguruan tinggi di Indonesia, kita berupaya membantu mereka, maka komitmen pimpinan itu adalah nomor satu. Kalau pimpinan punya komitmen, itu akan memperlancar permohonannya," ujar Dede.

Sementara itu, Peneliti dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Elpawati mengungkapkan, bahwa produk riset PTKI yang didaftarkan Hak Paten harus bernilai ekonomis, agar bisa dikomersilkan dan memakmurkan inventor ataupun lembaga perguruan tingginya.

Admin
Penulis