Terlebih saat ini perburuan koruptor dan aset-asetnya akan lebih mudah karena Indonesia akan menandatangani kesepakatan bilateral tentang "Automatic Exchange Information" (AEoI) dengan sejumlah negara.
"AEoI adalah fasilitas sistem pertukaran informasi otomatis untuk mengetahui dan mengawasi potensi pajak, baik di dalam maupun di luar negeri. AEoI juga bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi dana milik perorangan atau badan hukum yang disimpan di negara lain," tuturnya.
Menurut dia, saat ini Indonesia telah menandatangani kesepakatan implementasi AEoI dengan Hong Kong, Tiongkok dan Swiss. Kesepakatan itu memungkinkan pemerintah Indonesia mendeteksi dana milik para tersangka koruptor, utamanya yang disembunyikan di ketiga negara tersebut.
"Penerapan AEoI sendiri sudah disepakati setidaknya oleh 100 negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)," ujarnya.
Politisi Golkar ini mengingatkan agar pemerintah belajar dari kegagalan tim pemburu aset Bank Century di Swiss bernilai USD 156 juta yang disimpan di Bank Dresdner.
"Karenanya pemerintah harus memastikan semua anggota TPK bebas dari kepentingan pihak lain," katanya.
Sementara Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak), Barita LH Simanjuntak meminta Kejaksaan Agung melakukan inventarisasi aset-aset buronan kasus Bank Bali Joko Tjandra.
"Setiap pelaku tindak pidana korupsi kalau sudah ada putusan pengadilan, kejar tangkap orangnya, kejar uangnya, dan asetnya, itu sudah satu paket. Jadi bukan hanya orangnya dan uangnya, tapi (mengeksekusi) hartanya sesuai putusan pengadilan juga harus dilaksanakan," ujarnya.
Sementara Koordinator MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia), Boyamin Saiman menjelaskan penegak hukum bisa saja merampas harta atau aset-aset milik buronan kasus Bank Bali tersebut. Djoko Tjandra diduga selama pelariannya mendapatkan beberapa aset terkait dengan keberadaan hasil investasi dan lainnya.
"Itu bisa saja diambil oleh negara karena diperoleh saat buron, namun harta tersebut dialihkan kepada pihak lain. Serangkaian ini tetap bisa ditindaklanjuti penegak hukum untuk diambil," katanya.
Apalagi, menurut Boyamin beredar kabar kedatangan Djoko Tjandra ke Indonesia tersebut dalam rangka menyelamatkan aset-asetnya yang rata-rata berupa PT dan saham yang tampaknya sudah atas nama orang lain.
"PPATK, kepolisian, kejaksaan dan KPK harus turun tangan berkaitan harta-harta Djoko Tjandra di Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebutkan akan mengaktifkan lagi TPK.
Mahfud MD di Jakarta, Rabu (8/7), menjelaskan Indonesia sebelumnya sudah mempunyai TPK, dan tim yang akan diaktifkan kembali tersebut beranggotakan pimpinan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham.
"Nanti dikoordinir kantor Kemenko Polhukam, tim pemburu koruptor ini sudah ada beberapa waktu dulu, berhasil. Nanti mungkin dalam waktu yang tidak lama tim pemburu koruptor ini akan membawa orang juga pada saat memburu Djoko Tjandra," kata Mahfud.