JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) diminta untuk tidak lagi menggunakan konsep Merdeka Belajar sebagai program ataupun jargon dalam kebijakan pendidikan nasional. Menyusul, telah didaftarkannya nama Merdeka Belajar sebagai merek dagang oleh PT Sekolah Cikal.
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo meminta, program pendidikan Merdeka Belajar tidak dijadikan entitas dagang oleh sebuah perusahaan swasta.
Untuk itu, FSGI mendesak Kemendikbud untuk membatalkan penggunaan Merdeka Belajar di berbagai program Kemendikbud dan mencabut Surat Edaran No 1/2020 serta Permendikbud No 22/2020.
"PT Cikal telah resmi mendaftarkan Merdeka Belajar sebagai merek yang dijalankan dalam program pendidikan di Kemendikbud. Karena itu, FSGI merekomendasikan, meminta Kemendikbud mencabut atau membatalkan kebijakn tersebut," kata Heru di Jakarta, Senin (20/7)
Menurut Heru, sangat tidak etis ketika merek dagang sebuah perusahaan swasta digunakan oleh negara. Terlebih lagi, jangan sampai program pendidikan di Indonesia hanya menjadi barang dagangan.
"Jelas ini mencederai konstitusi Republik Indonesia, khususnya dalam pemenuhan hak-hak dasar atas pendidikan jika sampai pendidikan menjadi komoditas dagang, sehingga," ucapnya.
Heru khawatir, jika nama program ini masih terus dipakai, maka pendidikan di Indonesia bisa menjadi tawanan. Menurutnya, bisa saja pemerintah jadi terbiasa untuk membeli dagangan swasta, daripada menciptakan programnya sendiri.
"Sejatinya, Merdeka Belajar telah didengungkan Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Mari kita kembalikan pada marwah pendidikan dengan tanpa merek atau komoditas," imbuhnya.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mencurigai, ada konflik kepentingan antara Kemendikbud dan PT Sekolah Cikal sebagai pemilik merek Merdeka Belajar tersebut.
"Ini jelas Conflict of interest, padahal ini jadi konsep andalan Mas Menteri," ujar Ubaid dalam diskusi yang digelar Forum Monitor.
Ubaid mempertanyakan, posisi program Merdeka Belajar saat ini. Apakah program ini murni sebagai gebrakan pendidikan Mendikbud atau hanya barang dagang yang bakal menguntungkan pihak swasta pemilik merek.
"Kita ingin sesuatu yang surprise dari Mas Nadiem, tapi masyarakat malah kecewa," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas FSGI, Retno Listyarti mengaku heran, saat Kemendikbud juga mengaku tak pernah mencantumkan Merdeka Belajar dalam Peratutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud).
Padahal pada beberapa kesempatan Mendikbud selalu mengulang-ulang Merdeka Belajar sebagai suatu program di kementeriannya. Bahkan, program Kampus Merdeka sebagai bagian dari Merdeka Belajar sudah memiliki payung hukum Permendikbud.
"Saya menemukan 21 kata Merdeka Belajar dalam peta jalan di Kemendikbud itu ada, dalam aturan terkait dengan Merdeka belajar," ungkapnya.