"KPK menghargai upaya yang sudah dilakukan Polda Metro Jaya yang telah memeriksa 44 orang saksi dan 2 ahli pidana," ucapnya.
Menurutnya, keputusan itu menjadi kewenangan polisi bila dalam pemeriksaan keseluruhan saksi ternyata tidak ditemukan unsur pidana korupsi. Dan kasus itu dihentikan.
"Tentu penghentian penyelidikan tersebut menjadi kewenangan Polda Metro Jaya," ucapnya.
Diungkapkannya, pelimpahan kasus dengan melakukan supervisi ke penegak hukum lain seperti ke Kejaksaan Agung maupun Kepolisian, bukan hal yang baru.
Ali mencontohkan KPK pernah melakukan tindakan yang sama ketika melakukan tangkap tangan bersama Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) terhadap oknum di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
"Dan kemudian diserahkan kepada Badan Pengawas MA untuk ditindaklanjuti," pungkasnya.
Kasus ini berawal ketika KPK bersama Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pejabat UNJ terkait pungutan liar (pungli). KPK menduga Rektor UNJ Komarudin melakukan pungli berupa permintaan THR kepada bawahannya melalui Kabag Kepegawaian UNJ, Dwi Achmad Noor.
"Rektor UNJ sekitar tanggal 13 Mei 2020 diduga telah meminta kepada Dekan Fakultas dan Lembaga di UNJ untuk mengumpulkan uang THR masing-masing Rp 5 juta melalui Dwi Achmad Noor (Kabag Kepegawaian UNJ)," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto kepada wartawan, Kamis (21/5).
Karyoto mengatakan, pada 19 Mei 2020, terkumpullah uang Rp 55 juta dari 8 fakultas, 2 lembaga penelitian, dan pascasarjana. Karyoto menyebut sebagian uang THR yang dikumpulkan itu akan diserahkan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemendikbud dan beberapa staf SDM di Kemendikbud.
Kasusnya kemudian dilimpahkan ke Polres Metro Jakarta Selatan pada Kamis 21 Mei 2020. Selanjutnya, kasus tersebut diambil alih Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada Jumat 22 Mei 2020.(gw/fin)