Zona Hijau Merambah 104 Daerah

fin.co.id - 08/07/2020, 01:00 WIB

Zona Hijau Merambah 104 Daerah

Menurut data Kemenkes, estimasi kasus TBC di Indonesia mencapai 845.000 jiwa dan yang telah ditemukan sekitar 69 persen atau sekitar 540.000 jiwa. Angka kematian penyakit TBC juga cukup tinggi, yaitu ada 13 orang per jam yang meninggal karena TBC.

Kasus yang belum ditemukan juga memiliki potensi penularan yang sangat tinggi, sama seperti Covid-19. Walaupun sama-sama berbahaya dan menular melalui droplet serta saluran pernapasan, Wiendra menjelaskan bahwa ada beberapa perbedaan antara TBC dengan Covid-19, mulai dari gejala hingga cara penanganannya.

”Penularannya (TBC dan Covid-19) sama-sama droplet. Namun perbedaannya adalah pada diagnosisnya. Kalau Covid-19 dari virus, sedangkan TBC dari kuman atau bakteri,” ujarnya.

Selanjutnya pada gejala, Wiendra menjelaskan gejala TBC antara lain onset atau serangan kronik lebih dari 14 hari dengan gejala demam kurang dari 38 derajat celcius disertai batuk berdahak, bercak darah, sesak napas memberat bertahap, berat badan turun dan berkeringat di malam hari.

Sedangkan gejala Covid-19 antara lain dengan gejala onset akut kurang dari 14 hari disertai demam lebih dari 38 derajat celcius dengan batuk kering, sesak napas muncul segera setelah onset, nyero sendi, pilek, nyeri kepala, gangguan penciuman atau pengecapan.

BACA JUGA: Viral, Kelompok Wanita Aceh Gowes dengan Pakaian Ketat, Wali Kota Murka

Proses diagnosis TBC dan Covid-19 juga memiliki kesamaan dengan menggunakan metode Tes Cepat Molekuler (TCM) dan Polymerase Chain Reaction (PCR), namun perbedaannya ada pada pengambilan sampelnya. Untuk diagnosis Covid-19 harus melalui swab, sedangkan TBC cukup dengan dahak saja.

Selain itu, perbedaan besar antara Covid-19 dengan TBC adalah Covid-19 belum ada obat yang dapat menyembuhkan, sedangan TBC sudah ditemukan obatnya dan dapat diakses secara gratis. ”Covid-19 belum punya obat, sedangkan TBC sudah ada obatnya, dengan catatan harus dikonsumsi dengan baik dan patuh,” terangnya.

Walaupun memiliki obat dalam membantu penyembuhan, masih banyak masyarakat yang menyepelekan penyakit TBC karena dianggap merupakan penyakit lama sehingga kurang memperhatikan kedisiplinan pada proses penyembuhan melalui konsumi obat yang telah tersedia, sehingga para penderita TB menjadi resisten atau obatnya sudah tidak mempan lagi dengan penyakit TBC tersebut.

”Ketika sudah mengkonsumsi, lalu stop, lalu nanti minum lagi. Jadi sembuhnya tidak betul-betul sembuh sempurna,” kata dia.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pembina Stop TB Partnership Indonesia Arifin Panigoro menjelaskan tantangan penyakit TBC yang telah didapati Indonesia sejak lama dan sekarang ditambah dengan adanya pandemi Covid-19, membuat semua pihak harus bekerja sama dengan keras untuk mengatasi potensi penularannya. Terlebih penyakit TBC juga tidak boleh digampangkan karena jumlah penderitanya tidak sedikit.

”Sebelum ada Covid-19, penyakit TBC ini sudah serius di Indonesia. Masalah TBC ini besar tetapi atensi dari siapapun, dari pemerintah dan masyarakat dianggap ini penyakit lama yang sudah selesai,” ungkap Arifin.

Arifin juga menegaskan bahwa partisipasi masayarakat sangat diperlukan dalam menekan potensi penularan Covid-19 maupun TBC itu sendiri serta semua pihak haru sbekerja lebih keras dalam penanganan covid-19 yang masih berlangsung saat ini namun ada pekerjaan yang belum selesai terkait penanganan TBC. (fin/ful)

Admin
Penulis