JAKARTA - Ribetnya regulasi di Indonesia menjadi salah satu alasan kurangnya investasi dari para investor. Untuk itu, perlu adanya perubahan regulasi yang mudah agar proses investasi di bangsa ini tidak terhambat oleh regulasi. Hadirnya Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law saat ini dinilai sangat tepat, karena bisa mengurai tumpang tindih kebijakan yang berdampak pada buruknya iklim investasi.
"Overlapping UU atau PP yang sebelumnya ada itu membuat iklim investasi kita memburuk, itu yang harus kita perbaiki," kata ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Mudrajad Kuncoro, Minggu (21/6/2020).
Mudrajad mengatakan, saat ini iklim investasi di Indonesia dalam kondisi buruk. Ditinjau dari indeks daya saing global menurut World Economic Forum tahun 2019, Indonesia berada di peringkat 50. Peringkat tersebut terus terpuruk sejak 2014, yang pada saat itu Indonesia berada di rangking 38.
"Pernah membaik di 2015. Indeks daya saing global kita berada di peringkat 34. Namun, setelah itu, up and down, bahkan di 2019 kita terpuruk di peringkat 50. Padahal, dari faktor makro kita membaik, kesehatan membaik," terang Mudrajad.
Rektor Universitas Trilogi ini berpendapat, ada dua faktor yang menjadi pemicu buruknya iklim investasi di Tanah Air. Pertama, terkait labor market efficiency. Kedua, terkait belum siapnya teknologi di Indonesia.
Mengutip data World Economic Forum, Mudrajad mengatakan Indonesia berada di urutan 95 dari 137 negara soal labor market efficiency. Sementara dari sisi kesiapan teknologi oleh badan penelitian dan pengembangan, serta universitas, Indonesia berada di posisi 80 dari 137 negara.
"UU Cipta Kerja sebenarnya mau memperbaiki kondisi ini," pungkas Mudrajad. (dal/fin)