Korek Saksi, Setelah IRZ Lalu Siapa Lagi?

fin.co.id - 18/06/2020, 23:38 WIB

Korek Saksi, Setelah IRZ Lalu Siapa Lagi?

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Aliran uang dalam kasus suap kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia (DI) Tahun 2007-2017 terus dilacak. Caranya, tentu dengan menggali keterang sejumlah saksi yang bercokol di perusahaan tersebut. Dan bertahap satu-persatu dipanggil.

Kali ini Staf Keuangan PT Abadi Sentosa Perkasa Nurwasiah sebagai saksi untuk tersangka mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ) dalam penyidikan kasus itu.

”Penyidik mendalami pengetahuan saksi mengenai dugaan adanya aliran uang dari PTDI ke mitra penjualan maupun sebaliknya,” ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (18/6).

Selain Irzal, KPK pada Jumat (12/6) telah mengumumkan mantan Direktur Utama PTDI Budi Santoso (BS) sebagai tersangka.

Diketahui pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PTDI. Adapun pengadaan dan pemasaran tersebut dilakukan secara fiktif.

Dalam setiap kegiatan, tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PTDI.

”Ya, ada beberapa pihak yang ikut di dalam proses tersebut dan tentu ini akan kami kembangkan,” ungkap Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6) lalu.

Firli menjelaskan bahwa pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PTDI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

”Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. Itu lah kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pekerjaan fiktif," ungkapnya.

Selanjutnya pada 2011, kata dia, PTDI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

”Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen tersebut yang nilainya kurang lebih kalau kami jumlahkan Rp330 miliar terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 dolar AS juta kalau kita setarakan dengan Rp14.500 perdolar AS maka nilainya Rp125 miliar,” paparnya. (fin/ful)

Admin
Penulis