News . 18/06/2020, 01:14 WIB

Arab Saudi Galau

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - Pemerintah Arab Saudi diperkirakan akan membatalkan ibadah haji tahun ini, menyusul pandemi virus corona (Covid-19) yang masih mewabah di hampir seluruh negara.

Perkiraan pembatalan ibadah haji ini diperkuat dengan sikap pemerintahan Raja Salman yang hingga kini belum juga mengumumkan keputusan resminya terkait penyelenggaraan ibadah haji.

Sikap tersebut pun seraya membuat sejumlah negara-negara Muslim di dunia merasa 'digantung', khususnya Indonesia yang notabene sebagai pemasok jemaah haji terbesar di dunia.

BACA JUGA: Tuntaskan Kasus Bengkulu, IPW Minta Presiden Segera Perintahkan Jaksa Agung

Indonesia dan negara-negara dengan Mayoritas Muslim lainnya pun terus mendesak Riyadh untuk segera memutuskan, apakah akan melanjutkan atau menunda ritual agama terbesar setiap tahunnya ini yang rencananya berlangsung mulai akhir Juli mendatang.

Akibat belum ada kejelasan dari pihak Arab Saudi, Indonesia akhirnya menyatakan dengan tegas bahwa tidak akan mengirim jamaah hajinya ke Saudi pada tahun ini.

Sikap itu juga diikuti negara muslim lainnya, seperti Malaysia, Senegal, dan Singapura juga ikut menangguhkan perjalanan haji tahun ini. Sementara, negara-negara dengan populasi Muslim lainnya seperti Mesir, Maroko, Libanon, Turki, hingga Bulgaria, masih menunggu keputusan dari Riyadh.

Sejumlah pengamat menganggap, Saudi tengah dihadapkan pada situasi dilematis. Di satu sisi, Saudi harus waspada lantaran penyelenggaraan ibadah haji bisa menjadi bumerang bagi kerajaan lantaran perkumpulan jutaan jemaah dari seluruh dunia bisa memperparah penyebaran Covid-19.

Di sisi lain, membatalkan ibadah haji tahun ini berarti menolak belasan miliar dolar Amerika Serikat masuk ke kantong Saudi.

BACA JUGA: New Normal, Pencabutan Status Lockdown Rutan Tunggu Instruksi

Dilansir Times of India, ibadah Haji dinilai menjadi pemasukan utama Arab Saudi setelah penjualan minyak dan gas. Setiap tahun, lebih dari dua juta jemaah haji yang datang ke Mekah menyumbangkan sekitar US$12 miliar (Rp170 triliun) kepada Saudi, atau 7 persen dari total GDP negara kerajaan tersebut.

"keputusan akan segera diumumkan. Ini adalah pergulatan antara menerima nominal dari penyelenggaraan haji atau membuang sepenuhnya," kata seorang pejabat negara di Asia Selatan yang berhubungan dengan pemerintah Saudi kepada AFP.

Sementara itu, seorang pengamat dari Royal United Services Institute London, Umar Karim, menganggap keterlambatan Saudi dalam mengumumkan keputusannya memperlihatkan, bahwa pemerintahan Raja Salman memahami konsekuensi politik jika membatalkan penyelenggaraan ibadah haji atau mengurangi kuota jemaah.

"Arab Saudi terperangkap antara iblis dan laut biru yang dalam," kata Karim.

Sementara itu, seorang pejabat negara Asia Selatan menuturkan Saudi tengah membuang waktu sehingga jika pada akhirnya mereka tetap membuka ibadah haji, negara-negara tidak bisa mengirimkan jemaah haji mereka secara maksimal lantaran persiapan yang mendadak.

"Pada menit terakhir jika Saudi mengatakan 'kami siap menyelenggarakan ibadah haji', secara logistik akan banyak negara tidak siap untuk berpartisipasi," katanya.

Terlebih, kondisi fasilitas kesehatan di Saudi sendiri saat ini dinilai tidak akan memadai jika harus disiagakan untuk menampung pasien-pasien corona dari negara lain selama ibadah haji berlangsung.

Berdasarkan data statistik Worldometer per Rabu (17/6), Saudi tercatat memiliki 136.315 kasus corona dengan angka kematian mencapai 1.052 pasien.

Jika terkonfirmasi benar terkait pembatalan ibadah haji ini merupakan yang pertama sejak 1932 atau dalam sejarah modern. (der/fin)

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com