JAKARTA - Ringannya tuntutan yang diberikan jaksa terhadap dua terdakwa penyerang Novel Baswedan adalah kewenangan kejaksaan. Dalam kasus kasus hukum Presiden Joko Widodo tak akan melakukan intervensi.
Penegasan tersebut diungkapkan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral. Menurutnya Presiden Jokowi tidak bisa mencampuri urusan hukum. Presiden hanya mendorong agar hukum dan keadilan ditegakan.
"Presiden tidak intervensi. Presiden tidak bisa mencampuri urusan judicial, paling hanya memberikan dorongan penguatan agar keadilan ditegakkan dan bisa memuaskan semua pihak," katanya, Selasa (16/6).
BACA JUGA: PDIP Samakan Khilafah dengan Komunis, MS Kaban: Ini Betul-betul Bahlul
Donny pun meminta agar pihak-pihak yang kecewa dengan tuntutan jaksa menyelesaikannya dengan proses hukum. Dia pun mempersilakan pihak tertentu untuk membuat kelompok untuk mendorong agar penegakan hukum dan keadilan dapat berjalan dengan baik."Sekali lagi, serahkan pada prosedur (hukum) yang ada. Apabila dirasa tidak puas, atau terlalu ringan, ya ajukan banding. Jadi saya kira gunakan jalur hukum untuk menyelesaikan masalah itu," terangnya.
Senada diungkapkan Menkopolhukam Mahfud MD. Menurutnya tuntutan pada proses pengadilan adalah kewenangan kejaksaan.
"Ya, itu urusan kejaksaan ya," ujarnya.
BACA JUGA: Aksi Mahasiswa Segel Kantor Pemkot Tangerang
Menurut dia, kejaksaan tentunya mempunyai alasan memberikan tuntutan satu tahun penjara kepada kedua terdakwa pelaku penyerangan Novel Baswedan. Kejaksaan pasti mempunyai alasan hukum yang bisa dipertanggungjawabkan."Jadi Itu biar kejaksaan dan itu ada alasan-alasan hukum yang tentu bisa mereka pertanggungjawabkan sendiri," terangnya.
Ditegaskannya, dirinya sebagai Menkopolhukam tidak boleh ikut campur dalam urusan pengadilan.
"Saya nggak boleh ikut urusan pengadilan. Saya ini koordinator, menteri koordinator bukan menteri eksekutor," tandasnya.
Sebelumnya, tuntutan satu tahun bagi Widodo, kuasa hukum Rahmat Kadir Mahulette adalah tidak benar. Seharusnya majelis hakim isa membebaskan terdakwa, karena tidak terbukti melakukan perencanaan dalam kasus tersebut.
"Terdakwa tidak ada melakukan perencanaan penyiraman, tapi bentuk spontanitas terdakwa terhadap saksi korban. Terdakwa mencari alamat, meminjam motor, dan melakukan survei tidak bisa dikatakan perencanaan, tapi hanya aksi spontan karena terdakwa merasa muak dengan aksi korban, sehingga spontan ambil mug dengan isi air aki bercampur air," katanya, saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (15/6).
Menurut Widodo, Rahmat juga mengalami gangguan tidur semalam sebelum 11 April saat terjadi peristiwa penyiraman.
"Terdakwa malam harinya tidak bisa tidur karena keadaan gelisah. Ini menunjukkan tidak ada rencana dalam diri terdakwa karena rencana memiliki faktor yang diniati. Ahli Prof Hamdi Muluk telah mengobservasi karakter terdakwa dan menyatakan terdakwa berjiwa pelaut sehingga agresif dan ingin melakukan sesuatu segera serta impulsif," tambahnya.
Artinya, Rahmat dinilai membenci Novel dan ketika ada kesempatan, dorongan impulsifnya pun keluar.
"Sifat impulsif itu muncul karena melihat Novel yang petantang-petenteng memojokkan anak buahnya dalam kasus pencurian sarang burung walet. Sehingga muncul kata pengkhianat ke saksi korban karena terdakwa membandingkan dengan atasannya yang loyal," katanya.