JAKARTA - Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari Januari hingga Mei 2020 telah mencapai Rp179,6 triliun. Hingga akhir Mei 2020, realisasi pendapatan negara baru mencapai Rp664,3 triliun. Padahal, target sesuai Perpres 54 tahun 2020 sebesar Rp1.760,9 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan defisit tersebut merupakan 21,1 persen terhadap pagu APBN dalam Perpres 54/2020 sebesar Rp852,9 triliun atau 5,07 persen terhadap PDB. “Berarti terjadi kenaikan defisit 42,8 persen. Karena kelihatan seluruh penerimaan mengalami kontraksi,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi APBN KiTa di Jakarta, Selasa (16/6).
Pemerintah, lanjutnya, akan memperlebar defisit anggaran menjadi 6,34 persen terhadap PDB. Atau Rp1.039,2 triliun pada Rancangan APBN-Perubahan 2020 dari asumsi sebelumnya yakni 5,07 persen PDB atau Rp852,9 triliun.
Dia menyebut realisasi pendapatan negara mengalami kontraksi hingga 9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Yakni sebesar Rp730,1 triliun. Kontraksi pada pendapatan negara salah satunya ditunjang oleh realisasi penerimaan perpajakan yang hanya mampu mencapai Rp526,2 triliun atau 36 persen dari target. Pendapatan ini turun 7,9 persen dibandingkan Mei 2019.
"Realisasi penerimaan perpajakan terkontraksi karena pendapatan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengalami tekanan. Jumlahnya hingga 10,8 persen menjadi Rp444,6 triliun pada Mei tahun ini dibandingkan tahun lalu sebesar Rp498,5 triliun," ucapnya.
Sementara itu, belanja negara terealisasi Rp843,9 triliun. Atau 32,3 persen dari target perubahan APBN dalam Perpres 54/2020 yaitu Rp2.613,8 triliun hingga akhir Mei 2020. Realisasi belanja negara itu menurun 1,4 persen dibandingkan periode sama pada 2019. Yaitu Rp855,9 triliun.(rh/fin)