Besaran Iuran Tapera Disorot DPR

fin.co.id - 10/06/2020, 08:33 WIB

Besaran Iuran Tapera Disorot DPR

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Besaran iuran yang dibebankan dalam kebijakan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menjadi sorotan DPR. Dalam kondisi sulit, sebaiknya mampu memperhatikan kondisi perekonomian yang masih berlangsung saat ini. Tapera dilahirkan untuk membantu pekerja atau buruh dalam memenuhi kebutuhan sesuai UU No.4 Tahun 2016 tentang Tapera.

”Ini besaran simpanan peserta yang ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau penghasilan pekerja, di mana 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja itu sendiri,” jelas Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama dalam keterangannya, Selasa (9/6).

Dengan kondisi perekonomian yang seperti sekarang ini, konsumsi rumah tangga juga mengalami penurunan yang sangat signifikan, maka seharusnya Pemerintah berhati-hati pada saat menetapkan PP No 25/2020. ”Untuk itu, anggota Fraksi PKS ini mendesak Pemerintah untuk meninjau ulang besaran simpanan peserta yang telah ditetapkan dalam PP No 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat,” jelasnya.

BACA JUGA: Alhamdulillah, Penanganan Bencana Melalui Perspektif Islam Disepakati

Diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (PP Tapera) dinilai membebani kalangan pengusaha dan pekerja di tengah kondisi ekonomi dan bisnis yang tak pasti seperti saat ini.

Terpisah, Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta Sarman Simanjorang menegaskan PP Tapera akan membebani pengusaha dan pekerja karena dalam aturan itu disebutkan besaran iuran Tapera sebesar tiga persen dengan komposisi 2,5 persen dipotong dari gaji pekerja dan 0,5 persen ditanggung pengusaha.

”Cash flow-nya sudah sangat berat akibat berhentinya berbagai aktivitas usaha yang sudah hampir tiga bulan tidak beroperasi, sudah banyak pekerja terkena PHK dan dirumahkan,” tandasnya.

Sedangkan, pekerja yang masih aktif sudah kebanyakan hanya menerima gaji pokok tanpa ada tunjangan lain akibat ketidakmampuan pengusaha. ”Dalam kondisi seperti ini wajarkah pengusaha dan pekerja dibebani dengan Tapera ini?” ujarnya.

BACA JUGA: Tribrata TV Divisi Humas Polri Serahkan 5000 Box Masker ke Pemerintah Kota Bekasi

Menurut Sarman, jangankan untuk memikirkan iuran Tapera, iuran wajib seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan saja para pengusaha sudah meminta agar pembayarannya bisa ditunda. Hal itu dilakukan lantaran ketidakmampuan pengusaha dalam kondisi saat ini.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta itu berharap pemerintah bisa mengevaluasi pemberlakuan PP Tapera sampai kondisi ekonomi kita membaik, arus kas pengusaha memungkinkan dan pendapatan pekerja juga telah normal. Dengan demikian pemberlakuan PP Tapera akan benar-benar efektif membantu pekerja memiliki rumah.

”Daripada dipaksakan hasilnya tidak maksimal dan kesannya pemerintah tidak peka terhadap yang kondisi yang dihadapi pengusaha saat ini," urainya.

Bila perlu, lanjut Sarman, PP tersebut sementara dicabut dan diterbitkan kembali pada waktu yang tepat. ”Dalam masa sulit yang dihadapi pengusaha saat ini yang dibutuhkan adalah kebijakan yang pro bisnis dan pro dunia usaha.. Berikan kami semangat dan kepastian jangan beban,” ujarnya.

Terpisah, Deputi Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana Tapera Ariev Baginda Siregar menjelaskan mengatakan, telah melakukan pemetaan berapa sebetulnya potensi peserta yang akan menjadi nasabah BP Tapera.

BACA JUGA: Wakil Wali Kota Tri Adhianto Tinjau Penerapan New Normal di Mega Giant Hyper Mal Bekasi

”Dan kami sudah mendapatkan arahan serta persetujuan komite di dalam renstra yang ditetapkan bahwa dalam lima tahun periode pertama BP Tapera beroperasi sampai dengan tahun 2024 target kami sekitar 13 juta peserta,” jelasnya.

Peserta nasabah Tapera tahap awal berasal dari kelompok peserta pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara yang jumlah sekitar 4,2 juta orang.

”Kalau kita berbicara mengenai jumlah, kelompok peserta dari pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara (ASN) yang akan menjadi basis pengelolaan di tahap awal ini jumlahnya sekitar 4,2 juta orang,” imbuh Ariev.

Ditambahkannya, seluruh pekerja dan pekerja mandiri menjadi target segmen pengerahan dana Tapera. Segmen peserta yang menerima manfaat berupa pembiayaan perumahan adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Kelompok peserta yang menjadi nasabah Tapera terdiri dari aparatur sipil negara, pegawai BUMN, BUMD, dan BUMDes, personel TNI-Polri, pegawai swasta, wiraswasta atau pekerja mandiri dan tenaga kerja asing atau pekerja WNA yang telah bekerja mnimal enam bulan di Indonesia. (fin/ful)

Admin
Penulis