JAKARTA - Direktur Utama (Dirut) PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008-2018 Hendrisman Rahim bersama lima terdakwa lainnya didakwa rugikan uang negara Rp16,807 triliun. Dalam kasus ini yang menjadi sorotan adalah fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tak menjalankan tugasnya.
Direktur Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan kasus yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya merupakan kejahatan pasar modal. Di sini terlihat bahwa OJK yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
Padahal, investasi dari Jiwasraya yang masuk dan diperdagangkan ke saham dan reksadana adalah ranah pengawasan OJK.
"Sangat jelas, ini kejahatan pasar modal. Sayangnya, pengawasan (OJK) juga tidak berjalan," ujarnya dalam keterangannya, Rabu (3/6).
Dia mengatakan, OJK seharus bertanggungjawab penuh atas apa yang terjadi dengan Asuransi Jiwasraya ini. Sebab salah satu tupoksi OJK adalah mengawasi semua industri keuangan nasional. Karena itu, OJK seharusnya tidak buang badan.
"OJK yang mengawasi perusahaan asuransi seharusnya dapat mendeteksi hal-hal tidak lazim tersebut sejak awal. Mestinya, OJK harus diperiksa juga," pintanya.
BACA JUGA: BP Tapera Bakal Beroperasi, Siap-siap Pasar Perumahan Bakal Tumbuh
Dia meyakini, kasus ini tidak terjadi jika OJK melakukan pengawasan terhadap industri keuangan ini. Namun sayangnya, pengawasan OJK sangat lemah."Tapi saya yakin, OJK tahu kondisi internal Jiwasraya ini. Apalagi, ini terjadi dalam kurun waktu yang lama. Jadi, saya tidak yakin kalau OJK tidak tau kondisi internal Jiwasraya," imbuhnya.
Terlepas dari kasus tersebut, Anthoni berharap penyelamatan dana nasabah harus mendapat prioritas utama. Hal ini mutlak dilakukan mengingat nasabah Jiwasraya juga rakyat Indonesia.
"Banyak pemegang polis hanya keluarga biasa, bukan keluarga super mampu. Bahkan ada ibu rumah tangga dan para pensiunan, yang membeli polis dengan uang simpanan untuk memperoleh tambahan pendapatan. Ini harus diselamatkan," tuturnya.
Terpisah, Kuasa hukum Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Soesilo Aribowo menilai penerapan pasal dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus asuransi PT Jiwasraya tidak tepat.
Pasalnya, perbuatan yang dituduhkan JPU merupakan domain atau ranah pasar modal bukan tindak pidana korupsi.
BACA JUGA: Memasuki Tahun Peningkatan Kualitas, Kementerian ATR/BPN Sosialisasikan Juknis Baru PTSL
Karenanya, penyelesaian kasus ini harus menggunakan UU pasar modal dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sekarang.“Sudah sejak awal saya katakan, ini persoalan pasar modal. Hampir 100 persen dakwaan adalah terkait pasar modal. Sehingga, sangat tepat kalau UU yang digunakan adalah UU pasar modal dan OJK. Keduanya, yang punya kewenangan,” jelasnya.
Pada sidang perdana kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Bima Suprayoga mendakwa eks Dirut PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim beserta lima terdakwa lainnya didakwa rugikan keuangan negara Rp16,807 triliun.
Lima terdakwa tersebut yakni Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, Direktur PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo dan eks Kepala Divisi Investasi PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan.
"Merugikan keuangan negara yaitu sebesar Rp16.807.283.375.000,00 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," kata Bima dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Rabu (3/6) yang juga dihadiri keenam terdakwa.