Ia meyakini catatan nol persen tersebut tidak mencerminkan situasi yang sebenarnya di lapangan. Dia menduga ada kendala komunikasi dan transportasi dalam penyaluran di Papua.
"Jadi kita belum meyakini betul apakah 26 kabupaten ini betul-betul nol persen, karena memang terkendala komunikasi, juga permasalahan yang terkait dengan kondisi transportasi di Papua," kata Mendes.
Untuk itu, Kemendes PDTT akan melakukan penanganan khusus untuk 26 kabupaten/kota yang penyaluran BLT-nya masih nol persen.
Terkait jumlah dana yang tersalurkan, Abdul Hakim menyebut totalnya mencapai Rp3,2 triliun.
"Untuk BLT Dana Desa sampai dengan 28 Mei 2020 sudah mencapai Rp3,2 triliun yang tersalurkan dengan penerima manfaat 5.400.847 KPM (Keluarga Penerima Manfaat)," jelasnya.
Dijelaskannya, dari 74.953 desa yang ada di seluruh Indonesia sebanyak 68 persen di antaranya, atau sebanyak 50.939 desa telah menyalurkan BLT Dana Desa.
"Atau setara dengan 70 sekian persen dari 63 ribu desa yang sudah mendapat Dana Desa. Jadi dari 63.613 desa yang sudah menerima Dana Desa, yang sudah menyalurkan untuk BLT ada 50.939 desa dengan total KPM 5.400.847," katanya.
Dalam penyaluran BLT Dana Desa, dia mengatakan desa yang sudah melakukan Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) dan telah menetapkan calon KPM BLT Dana Desa ada sebanyak 65.836 desa.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 50.939 desa di antaranya telah melakukan Musdesus dan juga telah menyalurkan BLT Dana Desa. Sedangkan, 14.897 desa lainnya tercatat sudah melakukan Musdesus dan menetapkan calon KPM, tetapi belum menyalurkan bantuan tersebut.
Salah satu kendala dalam penyaluran BLT dana desa menurut Pengamat Kebijakan Publik Trubus ada tiga hal.
Pertama masalah teknis. Dalam hal ini terutama data penduduk yang tidak akurat dan lokasi tempat tinggalnya sulit untuk dijangkau.
"Kalau itu kan ada sekitar 38 kabupaten kota, itu saya lihat lebih banyak faktor teknis. Misalnya karena lokasinya jauh-jauh, kebanyakan di luar Jawa itu. Misalnya seperti di NTT dan Kalimantan itu banyak itu, karena lokasinya jauh, susah dijangkau. Lalu, masalah by name by address itu lokasinya ada di mana, siapa penerimanya kan itu susah lho jadi persoalannya itu sih," ujarnya.
Kendala kedua yaitu masalah birokrasi di daerah yang lambat dan berbelit-belit.
"Ada juga faktor birokrasi, birokrasinya juga panjang itu kadang-kadang. Harus ada persetujuan dari berbagai lapis pihak dari bupati misalnya. Ada juga faktor karena takut belum berani mengajukan juga, karena kekurangmampuan, ketidakmampuan mengawasi masalahnya itu," lanjutnya.
Kendala ketiga yaitu masalah politik. Bukan mustahil ada pejabat desa yang masih pilah-pilih menyalurkan bantuan lantaran tidak memilihnya saat pemilihan umum.