"Jadi, kemarin kami harus membuka waktu agak panjang untuk penerimaan data, tapi per kemarin (Senin, 18/5), kami sudah menutup penerimaan data dari daerah, jadi tidak ada lagi daerah yang menarik dan mengirim ulang data," ungkapnya.
Juliari mengakui pengumpulan data di daerah mengalami kesulitan karena ada program bansos bersamaan dari Kementerian Sosial, Kementerian Desa, pemerintah provinsi hingga pemerintah kabupaten.
"Jadi memang (petugas) di bawah sulit karena harus mendapat data yang cepat dan akuntabel, jadi saat ini kami stop untuk keluar masuk data," tegasnya.
Namun, untuk program bansos tunai yang ditujukan untuk 9 juta kepala keluarga (KK) di luar Jabodetabek masih terus disalurkan oleh PT Pos Indonesia. PT Pos saat ini sedang menyalurkan bansos tunai bagi 8,3 juta KK, dana bagi para keluarga penerima manfaat juga sudah ada di rekening PT Pos.
"Jadi tidak ada lagi masalah anggaran karena dana sudah ada di PT POS dan tidak ada data tambahan lagi, karena sudah 'closing' data di Kemensos untuk seluruhnya diberikan langsung ke PT POS," katanya.
Seluruh data itu, menurut Juliari, berasal dari daerah dan tidak ada pendataan dari Kemensos.
"Artinya, daerah yang paling tahu siapa yang paling miskin, rentan miskin, terdampak, tidak terdampak atau tidak terlalu dampak, 110 persen kami serahkan ke pemda, kami tidak mungkin validasi dan verifikasi data, karena kalau harus validasi dan verifikasi kecepatan yang diinginkan tidak tercapai. Presiden Jokowi menginginkan sebelum Lebaran dana sudah tersalurkan," ungkapnya.
Untuk menjaga akuntabilitas, Juliari mengaku Kemensos sudah bekerja sama dengan KPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk penyaluran bansos.(gw/fin)