JAKARTA - Wancana relaksasi atau pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD ditentang sejumlah pihak. Relaksasi dianggap justru akan semakin menambah jumlah pasien COVID-19.
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengingatkan pemerintah tidak terburu-buru melakukan relaksasi PSBB. Dia meminta relaksasi PSBB hendaknya lebih mendengarkan pendapat para kepala daerah.
"Memang benar semua orang merasakan tidak nyaman karena terus berdiam di rumah. Namun, demi kesehatan dan keselamatan banyak orang, relaksasi PSBB hendaknya tidak perlu terburu-buru," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (3/5).
Politisi Golkar ini menilai sebelum kecepatan penularan COVID-19 terkendali, relaksasi PSBB sebaiknya jangan dilakukan.
Menurutnya, hingga saat ini kecepatan penularan COVID-19 belum bisa dikendalikan. Jumlah pasien tiap harinya bertambah ratusan orang.
"Penerapan PSBB yang konsisten masih diperlukan terlebih di Jakarta sebagai episentrum COVID-19. Jakarta perlu diberi waktu lebih agar mampu mengendalikan kecepatan penularan COVID-19. Demikian pula dengan daerah lainnya," katanya.
Hal yang sama diungkapkan salah satu anggota tim Pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono. Dia menyebut pemerintah justru harus lebih konsisten menerapkan PSBB.
"Kita harus konsisten sampai (COVID-19) turun bener. Itu kan harusnya suspect juga turun, bukan hanya kasusnya, kasus kan yang sudah dites, ya kan, kita harus konsisten," ujarnya.
Dia meminta sebaiknya wacana relaksasi PSBB dibicarakan di internal pemerintah, bukan diungkapkan ke publik. Sebab, itu dapat membingungkan masyarakat yang saat ini sedang atau baru menghadapi PSBB di wilayahnya.
"Nanti masyarakat bingung, nih PSBB-nya baru jalan di berapa wilayah, ini kok di level nasional diomongin tentang itu (relaksasi PSBB)," katanya.
Selain itu, dia juga meminta pemerintah membuat kriteria agar bisa membuat kebijakan relaksasi PSBB. Pemerintah harus menyusun mekanisme melepas pembatasan secara bertahap.
"PSBB saja belum diimplementasikan secara nasional. Padahal ini yang harus lebih didorong," katanya.
Kritik pedas juga dilontarkan politisi Partai Demokrat, Irwan Fecho. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat ini menilai hal yang membuat masyarakat stres bukan kebijakan PSBB, melainkan ketidakmampuan negara menjamin biaya hidup masyarakat selama pembatasan.
"Logika Mahfud terkait PSBB bikin masyarakat stres itu keliru besar dan terlalu dibuat-buat. Justru kebalikannya, PSBB itu sangat longgar dan tidak tegas. Makanya pasien positif dan yang meninggal terus bertambah karena masyarakat masih bebas beraktivitas," tegasnya.
Dia menilai seharusnya PSBB diperketat bukan dibuat longgar.