JAKARTA - Jika legislatif tetap meneruskan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, dikhawatirkan ada banyak hal yang berpotensi bermasalah. Karenanya, tidak hanya klaster ketenagakerjaan saja yang ditunda pembahasannya.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan, pemerintah prioritaskan penanganan COVID-19. Sehingga pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menunda pembahasan keseluruhan RUU Omnibus Law Cipta Kerja secara menyeluruh. Baik klaster ketenagakerjaan maupun 10 klaster lainnya.
“Yang diminta untuk ditunda pembahasannya oleh Pemerintah dan Pimpinan DPR hanya klaster ketenagakerjaan dari RUU Omnibus Law Cipta Kerja, itupun setelah mendapat tekanan dari gerakan buruh dan oposisi. Padahal klaster ketenagakerjaan hanya 1 dari 11 klaster lain dalam RUU tersebut yang berpotensi bermasalah dan kontroversi,” ujar Hidayat di Jakarta, Selasa (28/4).
BACA JUGA: Kasus Positif Corona di AS Capai 1 Juta Lebih
Wakil Ketua MPR ini menyebutkan salah satu poin kontroversial dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja diantaranya. Yakni Pasal 170 yang berpotensi menabrak prinsip negara hukum yg diatur dalam UUD 1945. Pasal tersebut tidak berada di klaster ketenagakerjaan yg sudah diminta untuk ditunda pembahasannya.”Pasal itu mengatur peraturan pemerintah (PP) dapat membatalkan Undang-undang (UU). Padahal secara hierarkis, PP yang dibuat oleh pemerintah posisinya berada di bawah UU yang dibuat oleh Pemerintah dan DPR. Secara hukum PP hadir bukan untuk mengubah UU, melainkan untuk menjalankan UU. Demikian ketentuan UUD 1945 Pasal 5 ayat (2),” ucapnya.
Lebih lanjut, anggota Komisi VIII ini, menuturkan pemerintah pernah menyebut adanya kesalahan ketik terkait Pasal 170 RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang sempat munculkan kritik meluas dari publik. Namun sejak diserahkan ke DPR hingga saat ini, ternyata tidak ada penarikan-koreksi/perbaikan sama sekali.
Selain itu, bila benar telah terjadi salah ketik, kenapa sampai saat ini belum ada pengusutan terkait pelaku salah ketik tersebut. “Itu hanya salah satu contoh, tetapi sangat prinsipil. Ada banyak lagi hal yang berpotensi bermasalah dan kontroversi di luar klaster ketenagakerjaan, yang oleh Pemerintah sudah diminta untuk ditunda pembahasannya tersebut,” terangnya.
BACA JUGA: Innalillahi, Wali Kota Tanjungpinang Meninggal akibat Corona
Ia menegaskan sekalipun FPKS sudah memutuskan untuk menolak pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan tidak mengirimkan wakilnya dalam Panja. FPKS berpendapat agar Pemerintah dan DPR fokus dan prioritaskan tangani bencana nasional COVID-19.Sekalipun demikian FPKS akan terus berjuang agar RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang banyak masalah dan kontroversi tersebut ditarik oleh Pemerintah. Selain itu, Hidayat berharap seluruh komponen masyarakat terus mengkritisi dan mengawasi proses pembahasan apabila Pemerintah dan DPR tetap memaksakan untuk membahas RUU Omnibus Law Cipta Kerja di tengah pandemi ini.
“Ini penting menjadi perhatian publik. Seharusnya Pemerintah, sesuai dengan Keputusan Presiden yang telah menyatakan pandemi COVID-19 sebagai bencana nasional. Pemerintah harus betul-betul fokus dan memprioritaskan penanganannya. Karena itu tidak perlu membahas atau melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja atau hal-hal yang tidak sesuai dengan kondisi darurat kesehatan nasional,” jelasnya.
Sebelumnya, Panja RUU Cipta Kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat dengan beberapa narasumber terkait masukan dan pandangan bagi pembahasan RUU tentang Cipta Kerja. Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya mengatakan, dalam pembahasan RUU tentang Cipta Kerja, Baleg DPR RI membuka secara luas semua masukan dan pandangan dari berbagai sumber untuk memperkaya wawasan dan cakupan bagi RUU Cipta Kerja tersebut.
“Kami mengundang Profesor Djisman Simanjuntak selaku Rektor Universitas Prasetya Mulya, Yose Rizal dari CSIS dan Sarman Simanjorang sebagai Ketua HIPPI (Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia) Jakarta untuk memberikan masukan dan pandangannya terkait RUU Cipta Kerja ini," jelas Willy.
Sementara terkait kabar yang beredar di media sosial mengenai pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta agar pembahasan RUU Cipta Kerja ditunda, Anggota Baleg DPR RI Firman Soebagyo menanggapi sampai saat ini belum ada pencabutan terhadap Surpres (Surat Presiden) itu. “Artinya, pembahasan mengenai RUU Cipta Kerja oleh DPR masih relevan dan sesuai dengan aturan yang ada," tegas Firman. (khf/fin/rh)