News . 25/04/2020, 03:53 WIB

Pembahasan RUU Ciptaker Ditunda

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - Pemerintah bersama dengan DPR memiliki pandangan yang sama untuk menunda pembahasan klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja. dengan penundaan tersebut, pemerintah bersama DPR memiliki waktu yang lebih banyak untuk mendalami substansi dari pasal-pasal yang berkaitan.

Presiden Joko Widodo dalam keterangannya mengatakan pihaknya telah menyampaikan kepada DPR untuk menunda pembahasan tersebut. ”Kemarin pemerintah telah menyampaikan kepada DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah,” ujarnya melalui telekonferensi, di Istana Merdeka Jumat (24/4).

”Hal ini juga untuk memberikan kesempatan kepada kita untuk mendalami lagi substansi dari pasal-pasal yang terkait dan juga untuk mendapatkan masukan-masukan dari para pemangku kepentingan,” tandasnya.

Yang menarik, Presiden menekankan sektor riil merupakan sektor usaha yang menyerap banyak tenaga kerja. Perlu diakui bahwa sektor tersebut merupakan salah satu yang sangat terpukul dengan adanya pandemi Covid-19. Tak ketinggalan, sektor informal juga turut merasakannya.

BACA JUGA: Raisa Mewek Dengar Curhat Dokter Tangani Covid-19

Oleh sebab itu, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa diperlukan stimulus dan upaya-upaya untuk menjaga kedua sektor tersebut dapat tetap bertahan di tengah pandemi. ”Diperlukan penyelamatan, diperlukan stimulus ekonomi, yang menyentuh sektor-sektor yang paling terdampak. Sektor riil ini menyerap banyak tenaga kerja dan kita harapkan mereka mampu bertahan dan tidak melakukan PHK,” paparnya.

Untuk menjalankan langkah penyelamatan tersebut, Kepala Negara menekankan sejumlah hal. Pertama, diperlukan adanya penilaian serta penaksiran secara menyeluruh dan rinci mengenai seluruh sektor riil yang terdampak. Dari penilaian tersebut nantinya dapat disusun kebijakan-kebijakan yang tepat sasaran. ”Tolong dipilah secara detail sektor apa yang paling parah, yang dampaknya sedang, serta yang bisa bertahan dan justru bisa mengambil peluang,” tuturnya.

Kemudian yang kedua, Presiden mengingatkan bahwa yang menjadi fokus pemerintah bukan hanya para pelaku usaha kecil dan menengah, melainkan pelaku usaha mikro juga turut di dalamnya. Sejumlah jenis usaha tersebut nantinya dapat menjadi penggerak ekonomi dengan jumlahnya yang cukup besar.

”Saya kira tiga ini menjadi sangat penting, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah (UMKM), sehingga stimulus ekonomi harus menjangkau sektor-sektor ini. Tapi juga jangan dilupakan yang berkaitan dengan sektor-sektor informal karena ini banyak juga menampung tenaga kerja,” imbuhnya.

BACA JUGA: Limbah Medis Corona Bisa Jadi Sumber Penularan

Lebih jauh, skema pemberian stimulus tersebut juga harus dilakukan secara terbuka dan terukur dengan sebelumnya dilakukan verifikasi secara detail dan evaluasi secara berkala mengenai efektivitas pemberian stimulus tersebut bagi para pelaku usaha di sektor-sektor tersebut.

”Sektor apa mendapat stimulus apa dan bisa menyelamatkan tenaga kerja berapa, semuanya dihitung. Saya minta diverifikasi secara detail, dievaluasi secara berkala, sehingga efektivitas stimulus ekonomi itu betul-betul bisa dirasakan oleh sektor riil,” tandasnya.

Sebelumnya, kalangan dunia usaha meminta pembahasan RUU Cipta Kerja tetap dilanjutkan karena dinilai menjadi modal besar bagi perekonomian nanti setelah pandemi Covid-19 berakhir.”Sekalipun kita tidak tahu kapan badai ini berlalu, perlu dipikirkan sejak sekarang apa modal kita pasca-Covid-19 untuk mempercepat pemulihan dan menggairahkan kembali perekonomian nasional. Tentu salah satu modal besar kita adalah RUU Cipta Kerja ini,” kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang dalam keterangan tertulisnya.

Sarman mengatakan pelaku usaha tidak setuju jika ada yang menilai pembahasan RUU Cipta Kerja harus dihentikan sampai Covid-19 selesai. ”Kalau memang dari unsur buruh meminta disetop sangat tidak adil, seolah-olah RUU Cipta Kerja ini identik hanya kepentingan buruh semata,” katanya. Padahal, RUU Cipta Kerja terdiri atas 11 klaster dan masalah ketenagakerjaan hanya satu di antaranya.

BACA JUGA: Umat Muslim Kota Magelang Diimbau Tarawih di Rumah

Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) Provinsi DKI Jakarta itu berpendapat jika memang masalah ketenagakerjaan dianggap pembahasan tidak tepat di tengah Covid-19, maka hal itu bisa dibahas belakangan. Pembahasan dilakukan belakangan sambil buruh diberikan kesempatan untuk menyampaikan berbagai masukan, saran dan pandangan untuk menjadi bahan pertimbangan dari DPR RI.

”Klaster yang lain tidak begitu berhubungan dengan ketenagakerjaan, itu bisa dibahas duluan. Misalnya seperti UKM ini salah satu yang sangat strategis untuk dibahas duluan karena menyangkut nasib 60 juta pelaku usaha UMKM yang saat ini pada kondisi hidup segan, mati tak mau akibat Covid-19,” katanya.

Pasca-Covid-19 diharapkan berbagai kendala investasi sudah terjawab sehingga arus investasi yang masuk ke Tanah Air semakin deras dan mampu menyediakan lapangan pekerjaan serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat. ”Pelaku usaha mendukung penuh Baleg DPR untuk melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja. Jangan RUU ini dipolitisasi seolah olah hanya kepentingan nasib tenaga kerja, padahal hanya bagian kecil dari RUU Cipta Kerja ini masih kepentingan yang lebih besar menyangkut nasib perekonomian bangsa ke depan,” kata Sarman. (fin/ful)

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com