Pengusaha Tak Bisa PHK Pekerja

fin.co.id - 23/04/2020, 02:32 WIB

Pengusaha Tak Bisa PHK Pekerja

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Berdasarkan data di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), lebih dari dua juta pekerja terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun, langkah PHK dengan alasan pandemik COVID-19 tidak bisa diterima.

Pakar perburuhan Universitas Indonesia Aloysius Uwiyono menegaskan pengusaha tak bisa asal melakukan PHK pada pekerja. PHK bisa dilakukan jika perusahaan mengalami kerugian berturut-turut.

"Pengusaha dapat melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan mengalami kerugian terus-menerus. Kalau perusahaan tutup, dapat melakukan PHK dengan memberikan pesangon sesuai ketentuan. Namun jika perusahaan tidak mengalami kerugian terus-menerus, tidak bisa melakukan PHK," ujarnya di Jakarta, Rabu (22/4).

Dikatakannya, perusahaan manufaktur yang mengalami kerugian terus-menerus, sudah banyak melakukan PHK dikarenakan pandemi COVID-19 di Tanah Air.

"Titik tolaknya adalah merugi, kalau merugi terus-menerus baru dapat dibenarkan melakukan PHK," tambahnya.

Dia pun merujuk pada UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Baik pekerja dan pengusaha berada pada posisi, yang mana pengusaha dilarang melakukan pekerjaannya dan pekerja juga dilarang untuk melakukan pekerjaannya.

"Kalau merugi dapat dilakukan "force majeure" atau keadaan memaksa. Jadi titik tolaknya perusahaan merugi, tidak bisa melakukan pekerjaan, dan baru bisa dilakukan PHK dengan ketentuan memberikan pesangon sebanyak satu kali gaji," terangnya.

Menurutnya, saat ini hanya dua pilihan yakni PHK asalkan memenuhi persyaratan atau harus membayar upah pekerja. Mengenai upah, dia menyarankan agar perusahaan yang mengalami kesulitan akibat pandemi COVID-19, memberikan upah dengan menganggap pekerja sakit.

Dalam pasal 93 UU 13/2013 dijelaskan upah yang dibayarkan kepada pekerja yang sakit yakni untuk empat bulan pertama dibayar 100 persen, empat bulan berikutnya dibayar 75 persen, empat bulan ketiga dibayar 50 persen, dan untuk bulan selanjutnya dibayar 25 persen sebelum melakukan PHK.

"Pengusaha juga tidak bisa menerapkan "unpaid leave" atau cuti di luar tanggungan," katanya.

Terkait, Tunjangan Hari Raya (THR) dan kewajiban pengusaha kepada buruh adalah hak normatif buruh yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja sama, dan peraturan perundang-undangan.

"THR merupakan hak pekerja sudah bekerja selama satu tahun. Jika masa kerja kurang dari satu tahun diberikan kepada pekerja secara proporsional," jelasnya.

Kewajiban pengusaha yang belum diberikan kepada buruh sebelum yang bersangkutan terkena PHK, merupakan piutang yang harus dibayarkan.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut berdasarkan data yang dimiliki pihaknya sebanyak 2.084.593 pekerja terpaksa dirumahkan dan terkena PHK. Sebanyak 85 persen dirumahkan dan 15 persenan di-PHK.

"Total antara sektor formal dan informal yang di-PHK dan dirumahkan itu perusahaannya ada 116.370 dan jumlah pekerjanya ada 2.084.593," katanya.

Admin
Penulis