JAKARTA - Puluhan ribu narapidana (napi) yang dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi di tengah pandemi Covid-19. Mereka akan mendapatkan sanksi pidana yang lebih berat jika mengulang kejahatan lagi.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan akan memberikan sanksi tegas bagi napi yang mengulangi tindak pidana usai dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi pandemi COVID-19. Napi akan diasingkan.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Yasonna sudah menginstruksikan jajaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham untuk berkoordinasi dengan Polri dan Kejaksaan untuk mengoptimalkan pengawasan.
“Jika berulah lagi, warga binaan asimilasi dimasukkan ke sel pengasingan. Saat selesai masa pidananya, diserahkan ke polisi untuk diproses tindak pidana yang baru,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/4).
BACA JUGA: Virus Corona Bisa Ditularkan Lewat Belanjaan?
Dijelaskannya, saat ini sudah lebih dari 35 ribu napi yang menjalani program asimilasi dan integrasi di tengah pandemi COVID-19."Mereka adalah warga binaan yang sudah menjalani 2/3 masa hukumannya," katanya.
Berdasarkan data yang diperolehnya, dari jumlah napi yang mendapat asimilasi dan integrasi ada 10 yang kembali berulah.
"Ada yang kembali ditangkap karena kasus mencuri, mabuk dan kekerasan, serta kasus narkoba," kata dia.
Ditegaskannya, tak ada alasan untuk mentolerir napi yang kembali berulang tersebut. Lalu, terkait penangkapan, menurutnya merupakan bukti berjalannya koordinasi antara jajaran Ditjenpas dengan aparat penegak hukum lainnya.
“Ada yang bilang program ini gagal dan mengancam keamanan nasional. Saya rasa sebaliknya. Ini bukti koordinasi pengawasan berjalan baik,” terangnya.
Dijelaskan Yasonna, pemberian asimilasi dan integrasi didasari atas alasan kemanusiaan terhadap penghuni lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan yang kelebihan kapasitas di tengah pandemi COVID-19.
BACA JUGA: Ketua MPR Sesalkan Bentrok Anggota TNI-Polri di Papua
Diyakininya, program ini akan berhasil dengan kerja sama semua pihak, koordinasi Ditjenpas, serta penegak hukum, masyarakat, dan pihak keluarga yang memberi jaminan.“Jika ada berita tentang warga binaan kembali berulah, segera koordinasi ke Polres setempat. Periksa, jika itu adalah warga binaan yang diasimilasikan, langsung masukkan lagi ke sel pengasingan,” tegasnya.
Menanggapi adanya napi asimilasi yang kembali berulah, pengamat hukum pidana Universitas Riau, Erdianto Effendy menilai balai pemasyarakatan (bapas) tidak efektif dalam menjalankan fungsinya.
"Warga binaan yang mendapatkan asimilasi seharusnya mereka yang benar-benar dapat diyakinkan sudah menjadi orang baik sebagai bentuk keberhasilan proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan," katanya.
Dikatakannya, proses seleksi di lapas untuk mendapatkan asimilasi seharusnya lebih ketat. Salah satu dampak dari proses seleksi asimilasi yang longgar menimbulkan kecemburuan dan berbuntut kerusuhan. Kecemburuan menunjukkan ada yang dilihat warga binaan sebagai ketidakadilan perlakuan.
"Lapas di Sulut rusuh, akibat napi di tempat pembinaan tersebut cemburu sosial karena tidak memperoleh asimilasi yang sama seperti napi lain yang telah memperoleh pembebasan bersyarat itu," ujarnya.