News . 09/04/2020, 03:15 WIB

PSBB Diberlakukan, Polisi Harus Humanis

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - DKI Jakarta menjadi sorotan setelah diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). DPR RI menyarankan aparat keamanan bertindak persuasif dan humanis dalam menjalankan praktik di lapangan.

Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery meminta polisi menjalankan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut dengan langkah persuasif. Sebab, saat ini psikologis masyarakat tengah mengalami tekanan. "Rakyat sedang susah. Psikologis masyarakat Jakarta sedang tertekan COVID-19. Karena itu kepolisian yang bertugas di lapangan lebih mengedepankan langkah-langkah persuasif dan humanis," ujar Herman di Jakarta, Rabu (8/4).

Dia menilai prinsip profesional, modern, dan terpercaya (promoter) kepolisian harus dipertahankan. Namun Polri juga harus menunjukkan ketegasannya sebagai bukti nyata kehadiran negara. Politisi PDIP itu meminta pimpinan Polri benar-benar memonitor secara berjenjang operasional anak buahnya di lapangan. “Hal itu termasuk APD dan kecukupan logistik anggota di lapangan agar mereka tetap terjaga staminanya," imbuh Herman.

Dia tidak setuju kalau beberapa waktu lalu Polri disebut menangkap orang yang berkerumun. Menurut Herman, istilah penangkapan itu berlebihan. Karena kalau itu terjadi, maka biasanya dibarengi dengan penahanan atas alat bukti pidana. "Menurut saya lebih tepat adalah polisi melakukan penertiban dengan cara-cara dan SOP kepolisian," imbuhnya.

Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis menegaskan proses penegakan hukum pasti akan mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat. Menurutnya, hal itu biasa terjadi. Jika ada yang tidak puas dengan proses hukum, ada mekanisme yang bisa ditempuh. Salah satunya melalui praperadilan. "Para tersangka juga punya hak untuk mempraperadilankan Polri," tegas Idham di Jakarta, Rabu (8/4).

Sebelumnya, Kapolri telah menerbitkan beberapa Surat Telegram Rahasia (STR) tentang upaya penegakan hukum selama masa pencegahan penyebaran wabah COVID-19. Pertama, STR Nomor 1098 tentang penanganan kejahatan yang berpotensi terjadi selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kedua, STR Nomor 1099 tentang penanganan kejahatan dalam ketersediaan bahan pokok. Ketiga, STR Nomor 1100 tentang penanganan kejahatan di ruang siber selama masa wabah COVID-19. Keempat, STR Nomor 1101 tentang pedoman pelaksanaan tugas dalam mengatasi masalah keterbatasan jumlah APD, hand sanitizer dan alat kesehatan lainnya. Kelima, STR Nomor 1102 tentang penumpang yang baru tiba atau pekerja migran dari negara yang endemis ataupun negara yang terjangkit COVID-19.

Diantara semua telegram yang diterbitkan di atas, Telegram Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 mengenai penghinaan terhadap presiden dan pejabat pemerintah adalah yang paling banyak mendapat kritikan. "Dalam konteks ini, penegakan hukum yang dilakukan Polri selama penyebaran COVID-19 pada prinsipnya adalah pilihan terakhir atau Ultimum Remedium. Dimana Polri mengedepankan upaya preventif dan preemtif," jelas Kabag Penum Polri Kombes Pol Asep Adisaputra di Jakarta, Rabu (8/4).

Menurutnya, bila upaya preventif dan preemtif tidak efektif, upaya penegakan hukum pun diambil. Tujuannya memberikan kepastian hukum pada para pelanggar hukum. Contohnya dalam kasus hoaks. Polri terus memberikan edukasi dan patroli siber secara konsisten. Namun saat upaya preventif dan preemtif tak efektif, maka tindakan tegas berupa penegakan hukum akan dilakukan.

"Substansinya, TR Kapolri ini menjadi panduan bagi penyidik dalam melakukan upaya-upaya penegakan hukum. Ini menjadi catatan penting. Penegakan hukum yang dilakukan Polri merupakan upaya paling akhir setelah upaya preventif dan preemtif dilakukan," paparnya. (khf/fin/rh)

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com